Saat pemkot membebaskan satu per satu wisma di Dolly, JeHa juga berhasil membeli 3 unit rumah karaoke di Putat Jaya untuk memperbesar daya tampung pesantren. Seluruh uang yayasan diinvestasikan untuk membangun masjid di sana. Bantuan datang dari segala penjuru.
***
AMEG - RIFKI Nanda tak menghiraukan teman-temannya yang bergurau di barisan belakang. Ia fokus dengan kitab kecil yang tergeletak di meja lipatnya. Mulutnya komat-kamit tanpa mengeluarkan suara, siang itu (15/4).
Matanya melongok ke langit-langit Ponpes JeHa sambil sesekali mengintip isi kitab. Diulang terus menerus, sampai Kak Risma memanggilnya.
Siang itu sang ustazah sedang menguji santrinya yang masih tingkat II. Semuanya masih SD. Mereka harus menyetor hafalan Surat Al Alaq. Bagi sebagian santri, ini tergolong surat yang mudah dihafal. Makanya, mereka tenang-tenang saja dan ramai di barisan belakang.
Sementara Rifki belum menguasai betul 19 ayat dari surat ke 96 itu. Dibanding teman-temannya yang lain, ia tergolong paling muda. Masih kelas 2 SD. Umur 9 tahun. Sementara teman satu kelasnya sudah kelas 5 dan 6 SD.
Setelah menunggu antrean, akhirnya tiba juga giliran Rifki. Bocah yang duduk di meja paling depan itu langsung bergegas pindah ke meja ustazah. Ia bawa kitab kecilnya, namun tak boleh dibuka.
Ustazah Risma mempersilakan Rifki memulai hafalannya. Wajah bocah asal Putat Jaya itu makin tegang. Ia palingkan mukanya sambil memejamkan mata.
Gawat… pikirannya blank. Mungkin karena terlalu tegang. Ayat pertama: Iqro bismi rabbika ladzi kholaq yang sebenarnya sudah ia hafalkan malah hilang dari hafalan.
Ayat pertama yang diwahyukan ke Nabi Muhammad saat berada di Gua Hira itu tergolong surat pendek yang sangat masyhur. Mudah dihafal.
Tapi, kalau sudah waktunya lupa, ya lupa. Itu sama seperti hafal Pancasila tapi tiba-tiba tak ingat sila Ketuhanan yang Mahaesa.
Rifki tak berani memandang wajah ustazahnya. Ia keluarkan ayat apa saja yang muncul di pikirannya karena sudah kepepet. "Wadh-dhuhaa," ucapnya lirih lalu melihat ke arah Risma
"Lho, kok Wadh-dhuhaa," sahut Risma. "Lali, Mbak (lupa,kak)" kata Rifki.
Begitu Risma menyebut "iqro", Rifki bisa meneruskan kalimat berikutnya. Namun ia tak hafal penuh. Risma harus mengoreksi beberapa ayat yang salah ucap.
Santri yang ada di belakang sudah menyetor hafalan. Mereka semakin ramai saat kelas akan berakhir. Risma memarahi santrinya. Dia menyebut nama mereka yang bandel satu per satu. Puasa mereka bisa terganggu kalau terlalu banyak bergerak dan bergurau. "Nek ngelak, ojok mokel. (Kalau haus, jangan membatalkan puasa)," ujarnyi.
"Tapi kalau gak sengaja minum, kan gak papa, Mbak," sahut salah seorang santri. Risma cuma bisa geleng-geleng kepala. Bocah-bocah itu sulit diatur. Dia juga mengingatkan agar mereka tidak bergerombol. Masker juga tak boleh dilepas. Mereka harus berbagi ruang dengan teman-temannya.