Ketika Mao jatuh dan Deng Xiaoping naik padi hibrida temuan Yuan dijadikan fokus mengatasi kekurangan pangan. Akhirnya Tiongkok swasembada beras.
Di saat yang sama, di Amerika, juga terjadi kekurangan pangan. Panen gandum gagal di seluruh negeri. Penyakit gandum merajalela. Musim kering juga sangat kerontang.
Saat itulah seorang ilmuwan di Iowa menemukan benih unggul gandum. Yang lebih tahan hama. Juga lebih produktif.
Nama penemu itu: Norman Borlaug. Umurnya 16 tahun lebih tua dari Yuan. Norman lantas mendapat gelar sebagai bapak revolusi hijau dunia. Juga dianggap berhasil menyelamatkan kelaparan miliaran manusia.
Prof Norman-lah yang kemudian mendapat hadiah Nobel.
Ia meninggal dunia 12 tahun lalu di usia 95 tahun. Dua penemu pangan ini sama-sama diberkati usia panjang sekali.
Apa yang ditemukan Prof Norman masih tetap dilestarikan oleh para petani gandum di Amerika. Juga di India, Pakistan, dan benua gandum lainnya.
Temuan Prof Yuan tidak sepenuhnya diikuti negara lain yang makanan pokoknya nasi. Di hari tuanya, Prof Yuan menyaksikan: banyak negara beras yang memilih jalan inbrida. Bukan hibrida. Produktivitas padi hibrida belakangan sudah bisa dikalahkan oleh padi inbrida. Tapi pada tahun-tahun kelaparan itu hibrida adalah juru selamat di Tiongkok.
Kelemahan hibrida adalah: petani tidak bisa menjadikan gabah panennya untuk benih berikutnya. "Petani harus selalu mendapat benih hibrida baru dari perusahaan benih," ujar Prof Dwi Andreas Santoso, guru besar Institut Pertanian Bogor. Prof Andreas memperoleh gelar doktor ilmu tanah.
Prinsip hibrida adalah benih padi laki-laki dan perempuan dimurnikan sampai sempurna.
Sedang inbrida adalah hasil persilangan dua padi unggul.
Indonesia mengatasi krisis pangan di tahun 1964 itu dengan padi inbrida. Yakni di zaman awal Presiden Soeharto.
Dengan benih PB5 dan PB8.
Prof Andreas sendiri belakangan menemukan inbrida IF16. Bersama para petani yang tergabung dalam Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI).
Itulah jenis padi unggul paling unggul saat ini di Indonesia. Yang keberadaannya mungkin senasib dengan Vaksin Nusantara.
Prof Andreas memang memilih jalan langsung ke petani. Lewat AB2TI itu Prof Andreas terus melakukan penelitian dan uji coba. IF16 sekarang ini misalnya adalah hasil uji coba yang panjang. Selama bertahun-tahun. Di uji coba ke-11 barulah ditemukan IF16. Dengan produktivitas 16 ton/0,8 hektare (bau).