AMEG - Hari keempat swab PCR massal di seluruh flat milik Pemkot Surabaya menargetkan 4 ribu keluarga.
Masalahnya, tidak semua penghuni mau dites. Banyak penghuni yang menolak untuk di-tracing oleh
swab hunter. Petugas dan penghuni sampai kucing-kucingan.
“Sulitnya minta ampun. Sampai petugas gedor-gedor pintu tidak keluar,” ujar Kabid Pemanfaatan Bangunan Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya Taufik Siswanto kemarin (27/5).
Problem klasik yang masih dihadapi pemkot adalah masih ada warga yang belum percaya adanya Pandemi Covid-19. Jangankan di-swab, pakai masker saja masih ogah.
Ada juga penghuni flat yang menghilang atau mengunci diri di unit masing-masing. Mereka takut dikarantina jika terkonfirmasi positif Covid-19. Petugas juga mendapati flat yang kosong. Penghuninya masih di luar kota, belum pulang mudik.
DPBT pun mengeluarkan aturan tegas agar penghuni flat nurut dengan pemkot. Penghuni yang tidak
mengikuti kegiatan swab atau namanya tidak muncul di hasil swab harus mencari tempat hunian lain.
Begitulah kalimat di surat edaran itu.
Ketentuan yang ditandatangani sejak 25 Mei itu sudah mulai disosialisasikan kemarin. Taufik berharap
warga yang selama ini menempati hunian murah Pemkot itu mau menurut. Petugas DPBT yang menjadi
penanggung jawab flat diminta memantau sirkulasi warga. Yang namanya tidak ada di daftar tidak boleh
masuk ke gerbang flat.
Kalau membangkang, sudah ada 11 ribu keluarga yang sudah mengantre tinggal di flat. Unit flat murah
milik pemkot memang jadi rebutan warga. Tarif retribusi bulanan cuma Rp 20 ribu untuk lantai paling