AMEG - Sejumlah aktifis lingkungan hidup terus mengkritisi rencana Pemkab Malang membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di Malang Selatan.
Kabar terkait rencana pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit bukan hal baru, tapi kembali ramai diperbincangkan setelah Bupati Malang, HM Sanusi, mengungkapkan, ada sekitar 60 ribu hektare lahan berpotensi ditanami kelapa sawit.
Tak dipungkiri, saat ini sudah ada beberapa lahan di sejumlah kecamatan ditanami sawit. Sayangnya tidak sedikit yang dirusak, karena dinilai kurang menghasilkan dari aspek ekonomi.
Karakter tanaman sawit sendiri dinilai kurang dapat mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Selain berpotensi merusak kesuburan tanah, juga mengancam sumber mata air di sekitarnya.
Tanaman sawit butuh banyak air. Bahkan rakus air. Kenyataan itu dinilai kurang sesuai dengan kondisi geografis Malang Selatan yang cenderung minim air, bahkan kerap kekeringan di musim kemarau.
"Jadi, kebijakan harus berkaca pada realitas, bukan sekadar perjanjian dan kebijakan di atas kertas. Kebijakan harus berpihak pada kelestarian lingkungan, agar punya nilai manfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan berkeadilan," tutur founder Lembaga Konservasi Sahabat Alam Indonesia, Andik Syaifudin, Minggu (4/4/21).
Kebijakan yang dipaksakan dan hanya bertujuan mengejar proyek dan pundi-pundi rupiah, kata dia, hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Untuk dia mengajak semua elemen masyarakat berperan aktif sebagai kontrol dan pengawas kebijakan.
"Jika kebijakan bagus, kita dukung dan kuatkan, bila sebaliknya, ya kita kritisi dan beri solusi. Rencana pembangunan pabrik sawit dengan pemenuhan lahan seluas 60 ribu hektare hanya jadi ancaman bencana ekologis baru," rincinya.
Menurutnya, masih banyak sektor agroforestry yang dapat dikembangkan di Kabupaten Malang selain tanaman sawit. Seperti pohon buah, cengkeh, kopi dan lainnya.
Selain itu juga penguatan fasilitas-fasilitas sektor industri pariwisata serta kelautan. “Prinsipnya, pembangunan yang ramah lingkungan akan membawa peningkatan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan," pungkasnya.(ar)