AMEG - Memperoleh beasiswa belajar di luar negeri tidak terbatas pada jalur akademik saja. Ada beberapa jalur khusus disediakan lembaga pendidikan luar negeri. Salah satunya, yang diraih Nisrina Nur Husna. Ia memperoleh beasiswa dari lembaga Aziz Mahmud Hüdayi Vakfi melalui jalur penghafal (hafidzah) Al-Quran.
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini, mengkisahkan jika dirinya menghafal Al-Quran sejak kecil. Kebiasaannya menghafal Al-Quran terus berlanjut hingga masuk pesantren, saat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Pada saat kelas dua Sekolah Dasar (SD). Saya mulai menghafal Al-Quran. Karena almarhumah ibu saya membuat jadwal setiap habis maghrib untuk menghafal. Tak terasa, menghafal menjadi sebagian rutinitas saya. Waktu SD saya mulai menghafal juz 30 dan 29. Kemudian saya menekuninya kembali saat memasuki pesantren dan menghafal dari surah Al-Baqarah. Hafalan tersebut berlanjut sampai sekarang ketika berkuliah di UMM,” ujar Nisrina, Senin (7/6/2021).
Nisrina melanjutkan ceritanya. Program belajar di Turki selama satu tahun. Para mahasiswa membenarkan bacaan Al-Quran dan belajar bahasa Turki lebih dulu. Setelah itu, para mahasiswa baru didorong untuk menghafal Al-Quran.
“Pembelajaran di Turki menggunakan teknik pomodoro. Belajar dari jam 10.00 sampai 14.00. Istirahat 15 menit setiap 30 menit sekali. Untuk proses menghafal Al-Quran, terdapat seleksi lebih dulu. Seleksi tersebut berupa ujian dengan para guru. Yakni hafalan surat pilihan, kemudian disetorkan. Dari ujian tersebut, dilihat berapa lama mahasiswa mampu menghafal 10 surat tersebut,” kata Nisrina
Anak bungsu dari empat bersaudara ini, mengaku adaptasi di Turki sangat susah. Ia harus beradaptasi di berbagai aspek seperti budaya, kebiasaan, iklim, makanan dan bahasa. Nisrina mengaku aspek bahasa sangat menyulitkannya. Hanya ada segelintir orang di asramanya yang bisa berbahasa Inggris. Satu-satunya bahasa pemersatu adalah bahasa Turki.
“Dalam waktu singkat saya dituntut untuk belajar bahasa Turki. Meskipun di setiap mata kuliah ada seorang translator yang menerjemahkan, namun untuk berbicara dengan teman Internasional yang lain harus menggunakan bahasa Arab atau Turki,” terang Nisrina.
Meskipun sulit untuk beradaptasi, namun Nisrina senang dengan keputusaannya untuk mengambil beasiswa Hafiz tersebut. Nisrina sangat terkejut dan kagum dengan semangat mahasiswa Internasional lain dalam menghafal Al-Quran dan belajar Islam.
“Hal itulah yang memacu saya untuk terus belajar di Turki. Saya harap dengan belajar di sini, saya bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar ketika nanti kembali ke Indonesia,” tandasnya. (*)