AMEG - DPR RI tak masalah dengan persetujuan Presiden Joko Widodo atas inisiasi pemerintah melakukan revisi UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, sampai saat ini DPR menunggu surat resmi dari pemerintah sebagai inisiator revisi UU ITE.
"Kami dari DPR ya monggo saja, silahkan, kami tunggu kalau pemerintah berencana serius merevisi UU ITE kedua kali, revisi kedua," jelas Meutya, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/21).
Sebelumnya Revisi UU ITE juga pernah dilakukan pada 2016, dan disahkan menjadi UU 19/2016.
Masih menurut Meutya, DPR akan langsung memproses revisi UU ITE dengan waktu seefisien mungkin saat surat dari pemerintah sudah diterima.
Dengan begitu, lanjut legislator Partai Golkar ini, revisi UU ITE yang hanya dilakukan pada pasal-pasal tertentu itu bisa segera diselesaikan.
"Kami berharap tidak berlarut-larut, tidak lama, karena hanya beberapa pasal terbatas yang sudah dimasukkan pemerintah, mudah-mudahan cepat selesai kalau misalnya ada," ucap Meutya.
Hasil Kajian UU ITE yang dilakukan tim yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), segera ditindaklanjuti pemerintah.
Seperti diketahui, Menko Polhukam, Mahud MD, menerangkan, hasil kajian timnya baik dari segi substansi maupun implementasinya sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Tadi kami baru laporan kepada Presiden, dan sudah disetujui untuk dilanjutkan," ujar Mahfud dalam jumpa pers, di kantornya di Jakarta Pusat, Selasa (8/6/21) lalu.
Langkah awal yang dilakukan pemerintah adalah mengharmonisasi draf revisi UU ITE oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), selanjutnya diserahkan kepada DPR.
Mengenai pasal-pasal yang akan direvisi antara lain terkait dengan pasal multitafsir, pasal karet, dan pasal yang berpotensi dijadikan alat kriminalisasi terhadap masyarakat sipil. (*)