AMEG - Mbak Ita, pedagang buah, tampak merenung di bedaknya. Sejak ada jalan tol Malang-Pandaan, kondisi Pasar Lawang tak seramai dulu.
Bahkan sejak ada pandemi, di atas jam 19.00 WIB, transaksi di Pasar Lawang kena imbas, Sepi!
Adanya rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk sembako, sayur mayur maupun buah-buahan, membuat Mbak Ita makin sedih.
"Tambah ajur Sam, kena tol ama pandemi saja pedagang di sini sudah bengak-bengok ipes, apalagi kena pajak, tambah ajur wis," katanya, Sabtu (12/6/2021) pagi tadi.
Mbak Ita mewakili ratusan pedagang buah dan sayur mayur lainnya di Pasar Lawang Kabupaten Malang, atau bahkan mewakili ribuan pedagang lain di pasar-pasar di penjuru Malang Raya, keberatan bila kebutuhan pokok mulai sembako, sayur mayur hingga buah-buahan dikenakan pajak.
Saat ini pemerintah sedang menggodok RUU PPn untuk kebutuhan pokok.
Rencana ini tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Bahan kebutuhan pokok yang bakal dikenakan PPn itu, tak hanya buah dan sayur tapi juga beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Sebelumnya, sembako dan kebutuhan dapur itu, tidak dikenakan PPn karena menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Atas rencana itu, Mbak Ita langsung mengatakan ia tidak setuju. "Kalau pemerintah butuh uang, tarik hartanya koruptor itu saja, ojok pedagang kecil kayak kita-kita ini yang diperas kayak jeruk gini, tambah mlarat Sam," keluhnya. (*)