Enggak enak juga kalau melulu menjualkan barang dagangan orang lain. Keresahan Retno Utami itu mendorongnya membuat produk buatan sendiri. Dari sekian pilihan, Titoet -panggilannya- meminati produk kuliner. Dia tak sendiri. Ada Aliya Maritza Maheswari -putrinya-, yang membantunya mewujudkan usaha rumahan itu.
***Namanya ibu dan anak, cukup dibagi tugas. Titoet kebagian urusan dapur dan penyajian. Mulai dari berburu bahan baku, mencoba resep, sampai akhirnya menemukan rasa dan tampilan yang pas sudah dilewatinya. ”Sementra Aliya bagian brand image dan promosi. Dengan dia saya riset kira-kira mau jualan menu makanan apa ya yang sedang trend,” ucap Titoet.
Maka ketemulah yang menurut mereka paling oke. Disepakati menyajikan menu hidangan Japanese fusion food. Masakan Jepang yang dimodifikasi secara modern. ”Berdasarkan pengamatan di media sosial, tema masakan Jepang fusion food sepertinya sedang trend di berbagai kalangan. Di kalangan saya yang emak-emak dan remaja milenial macam Aliya pasti suka,” katanya.
Kekompakan ibu dan anak itu tampak ketika mengambil nama. Kalau diartikan kira-kira seputar kultur lapar begitulah. ”Rasa lapar itu jadi sebuah kultur sehingga ketika kami menyediakan makanan enak maka dengan cepat akan disambar oleh mereka yang kelaparan itu. Tentu ada doa di dalam nama itu. Semoga dagangan kami laris,” ujar perempuan berkacamata itu.
Sejauh ini ada empat menu yang menjadi signature dish. Salah satu menu andalan itu salmon kani mentai rice. Hidangan yang menyajikan nasi berbumbu. Disajikan bersama salmon panggang, crabstick, dan nori sheet sebagai pembatas layer antara nasi dan lauknya. Lalu di atasnya diberi saus mentai dengan rasa khas The Hunger Cult.
Cita rasa yang dikeluarkan begitu kaya. Dalam satu hidangan, penikmat bisa merasakan sensasi rasa asam, manis, dan asin yang dikeluarkan saus mentainya. Untuk menambahkan cita rasa, sasus mentai yang teroles di atas hidangan itu lalu melewati proses torching. Menambah cita rasa smoky dan tekstur beda ketika dinikmati.
Untuk menghasilkan satu hidangan dengan rasa yang beragam, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. ”Masaknya sih tidak terlalu rumit. Yang harus diberi perhatian khusus adalah saat pembakaran atau torching. Perhatikan betul agar tidak terlalu gosong atau terkena wadahnya. Kan itu aluminium foil yang rentan gosong kalau terkena panas,” papar Retno.
Selain salmon kani mentai rice, masih ada dimsum mentai, chicken mentai rice, dan chicken katsu mentai rice. Semua varia menu menggunakan saus mentai sebagai cirinya. ”Setiap yang pesan menu, ada adds-on-nya seperti nori flakes, chili flakes, sesame seeds, dan mozzarella untuk pilih. Semuanya gratis kecuali mozzarella,” tambah Aliya, siswa kelas 11 itu.
Sementara ini, Titoet dan Aliya hanya bisa melayani pesanan melalui toko online @thehungercult. Dalam rencana, mereka mau membangun pondasi brand image dan customer base dulu. Kalau sudah kuat pondasinya, kelak kalau membuka gerai nanti akan jadi lebih mudah dan punya pasar sendiri.
”Sesuai logonya yang kami ambil dari seekor kitsune, binatang yang ada dalam mitos Jepang itu sebenarnya menyimpan harapan kami lho. Kitsune itu fox yang bisa shape shifting. Maunya sih bagaimana biar menu-menu kami tetap disukai walaupun yang dijual bakal ganti-ganti menu gitu,” tutup Titoet. (ekn)