AMEG - Tim pengabdian masyarakat Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga (FTMM Unair), berhasil menciptakan teknologi smart farming untuk tanaman hidroponik terpadu.
Produk sayuran hidroponik yang dibudidayakan adalah pakcoy dan selada. Program ini dilaksanakan di Dusun Karangploso, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Rizki Putra Prastio S Si MT, salah satu inisiator menuturkan, ide tersebut bermula ketika membaca artikel dosen Teknik Elektro FTMM Unair Prisma Megantoro ST MEng.
“Awalnya saya tahu Pak Prisma pernah menulis artikel ilmiah tentang monitor hidroponik. Kemudian ada lowongan proposal Pengmas. Saya dapat ide bagaimana kalau sistem tersebut sekalian kita implemetasikan di lapangan,” kata Rizki seperti termuat di Pers Rilis Humas Unair, Rabu (28/7/2021).
Instalasi hidroponik warga yang masih terbuka juga menjadi alasan dilaksanakannya program. Hal itu mengakibatkan nutrisi yang dihasilkan pertanian tersebut tercampur air hujan, sehingga mempengaruhi kualitas.
“Akhirnya saya diskusi dengan Pak Prisma bagaimana kalau kita implementasikan ini ke para petani hidroponik di Komunitas Hidroponikkoe,” ungkap Rizki.
Teknologi smart farming dilengkapi dengan atap plastik. Sehingga, tanaman dapat terlindung dari air hujan. Jadi kualitasnya tetap terjaga.
Selain itu, smart farming juga disertai dengan growlight atau lampu perangsang pertumbuhan. Tujuannya agar tanaman tetap tumbuh di malam hari sehingga waktu panen bisa lebih cepat.
Memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 900 Wp, instalasi hidroponik tersebut mempunyai sumber listrik mandiri yang tidak terbatas dan terpisah dari listrik PLN. Dengan begitu, proses pertanian dapat meningkat melalui produktivitas hidroponik tersebut.
Selain pembangunan PLTS utuk listrik mandiri, empat instalasi hidroponik pada proyek Pengmas itu juga mengimplementasikan perangkat monitor online melalui internet of things (IoT).
Perangkat tersebut diberi nama Airlangga Sahabat Petani Hidroponik (Arsenik). Perangkat monitoring yang terpasang pada instalasi hidroponik terkoneksi dengan jaringan internet, sehingga petani dapat memantau kondisi air nutrisi dimana saja melalui ponsel.
Secara teknis, perjalanan smart farming ini dimulai sejak pertengahan Juni 2021. Kini, program tersebut hampir rampung 100 persen. Hal itu dapat dicapai melaui sinergi kerja tim Prisma dan Rizki bersama dengan 10 mahasiswa yang sebagian adalah anggota komunitas riset Imercy (Instrument Research Community).
Sementara itu, Prisma, mengatakan bahwa kini proses yang akan segera dilakukan adalah memasang prototipe di lapangan.
“Kalau teknisnya tinggal memasang saja, tapi masih ada sosialisasi dan edukasi ke masyarakat tentang operasional dan penggunaannya. Karena PLTS maupun perangkat monitoringnya akan dikelola sendiri oleh masyarakat, terutama komunitas hidroponik itu,” jelas Prisma.
Terkait dengan kendala dalam program tersebut, Prisma menuturkan bahwa pandemi dan penyekatan jalan menjadi halangan utama. Perubahan harga barang juga menjadi salah satu kendala. (*)