AMEG - Di saat banyak usaha kelimpungan akibat pandemi, usaha yang satu ini permintaannya justru meroket. Apa itu? Susu kambing Etawa!
Berawal sekadar mencari hiburan pengisi waktu luang, Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Batu, Handri Isriawan, memanfaatkan waktu untuk berternak kambing Etawa, karena daging dan susunya bisa dimanfaatkan.
Konon susu kambing Etawa bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan anak dan mengatasi berbagai macam penyakit, terutama untuk kesehatan jantung.
Kambing milik Handri kini berjumlah 200 ekor. Mulanya, pada 2011, hanya dua ekor. Seiring berjalannya waktu terus bertambah, berkat keuletan dan tangan dinginnya.
Di masa pandemi ini permintaan susu kambing Etawa meningkat drastis, hingga tidak terpenuhi. Banyak masyarakat percaya, mengkonsumsi susu kambing Etawa membuat kondisi lebih bugar, sehingga bisa menangkal virus.
"Sayang, kondisinya sedang kering, tidak dapat mengeluarkan susu. Produksi berkurang, hanya 20 liter saja per hari. Jika normal, sehari bisa 35-40 liter susu," jelas Handri, Jumat (30/7/21).
Menurutnya, untuk babon atau induk yang tak produktif akan dijual. "Beberapa hari lalu ada 20 babon yang saya jual. Kebetulan bertepatan Idul Adha. Hasilnya untuk membayar gaji karyawan," katanya.
Harga susu kambing Etawa Rp 27 ribu per liter, sedangkan satu ekor kambing yang sudah besar ia bandrol dengan harga Rp 4 juta hingga Rp 5 juta.
Pelanggan Handri telah merambah berbagai kota di Jawa Timur, mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan sebagainya. Bahkan pelanggan asal Pasuruan sudah berlangganan sejak 2013 lalu.
"Ada juga pelanggan dari Arab, keturunan ke 26 Syekh Abdul Jaelani. Namanya Syekh Ahmad Jaelani. Hampir setiap tahun, sejak 2017, selalu datang kesini. Tapi sudah dua tahun ini tidak, mungkin karena pandemi," tuturnya.
Menurut dia, susu kambing Etawa miliknya beda dari yang lain, karena kebersihan sangat ia perhatikan. Dia membersihkan kandang setiap hari dan memandikan kambing sebulan sekali.
"Untuk pakan saya beri kulit ari kedelai, diambil langsung dari Kediri, per kilonya Rp 3500. Saya juga memberi makan rumput. Kurang lebih satu pick up untuk makan kambing dua hari," jelasnya.
Sebab itu kualitas susu kambing miliknya berbeda, terutama soal rasa dan bau. "Yang lain sedikit ada baunya, mungkin karena kebersihannya kurang terjaga, serta pemberian makannya asal-asalan," katanya.
Dia menambahkan, sebenarnya banyak peternak ingin menitipkan kepadanya. Tapi dia menolak, karena bukan produk asli ternaknya. Ditakutkan memiliki kualitas susu berbeda.
"Yang utama kualitas, bukan kuantitas. Jika kualitas bagus, kecil se pasir pun akan dicari masyarakat. Jika tak menjamin, besar segunung pun tak akan dicari," tandasnya.