AMEG- Forkompinda Kota Malang menggelar apel siaga pasukan penanganan bencana alam tahun 2021, Senin (25/10/2021).
Kegiatan ini melibatkan unsur dari TNI-Polri, BPBD, PSC 119, Satpol PP, PMI, Hingga Pemadam Kebakaran.
Wali Kota Malang H Sutiaji mengatakan, salah satu yang paling diwaspadai adalah banjir, tanah longsor, hingga puting beliung yang sering terjadi ketika musim penghujan seperti sekarang ini.
"Sudah 3 tahun ini ancaman bencana hydrometrologi pasti datang, jadi itu susah diprediksi. Kemarin waktu hujan kemudian besoknya tidak hujan gitu. Jadi intentsitas kenaikannya sampai 70 persen, potensinya di November sampek Januari," ucapnya.
Sam Sutiaji sapaan akrabnya menyebut, potensi ketiga bencana alam di Kota Malang itu sangat besar. Karena wilayahnya langsung berhimpitan dengan dua sungai, yakni brantas serta bango.
"Kalau dihitung kisarannya 607 hektar yang berhimpitan dengan sungai dan itu rawan longsor, sehingga harus diantisipasi dari sekarang," terangnya kepada reporter Arema Media Group (Ameg).
Ia juga menambahkan, beberapa kawasan rumah yang berdekatan dengan bantaran sungai dan rawan bencana alam tidak bisa diakses oleh BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Dinas Pekerjaan Umum untuk melakukan pengerukan dialiran sungai yang dangkal.
"Ini tugas mereka, mau melakukan pengerukan tapi berhimpitan rumah ini masih problem, kita tetap usahakan itu. Mereka juga keliling, hampir setiap hari tidak kurang dari 1 truk angkut sampah. Ini harus dilihat kesadaran masyarakat kalinya sudah sempit sudah dangkal terus buang sampah disana," jelasnya.
Mantan Wakil Walikota Malang era 2013-2018 itu menyebut, untuk mengatasi hal itu seperti tahun kemarin, pompa penyedot akan digunakan untuk antisipasi genangan besar yang bisa saja terjadi, sambil melakukan pembangunan sudetan dan irigasi di beberapa titik seperti Sukarno-Hatta, Sumbersari, Klaseman Galunggung, hingga Tidar.
"Ada yang beberapa wilayah itu kami lakukan sudetan, karena langganan banjir. Sudah di anggarkan oleh provinsi Rp. 124 miliar, tapi kena Covid-19 tahun ini akhirnya di refocusing," lanjutnya.
Dirinya juga menambahkan, saat ini wilayah ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Malang sudah nyaris tidak tampak banyak, karena beberapa lahannya beralih fungsi menjadi perumahan, sehingga pihak akan memperbaiki regulasi perijinan pembangunan.
"Wilayah-wilayah yang seharusnya tidak ada bangunan malah dibangun. Itu membuat RTH kita perlahan-lahan habis. Dulu itu RTH publik 20 persen, sekarang tidak sampai 10 persen karena RTH kita dulu berubah jadi perumahan," pungkasnya. (*)