Matras Bambu

Kamis 25-11-2021,10:57 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

Anda juga sudah bisa menghitung sendiri: berapa jumlah bambu yang dirakit yang dihampar di sana.

Setelah rakit itu dihampar, diberilah tanah di atasnya. Tebal tanah hanya sekitar 10 cm.

Di atas tanah itu dihampari lagi rakit bambu yang sama. Lalu ditutup tanah lagi setebal 10 cm. Lalu dihampari rakit bambu lagi. Tanah lagi. Rakit lagi. Tanah lagi. Sampai 13 lapis.

Ir Andi sudah punya pengalaman mengerjakan sistem fondasi seperti itu. Yakni di pelabuhan baru Kali baru, sebelah Tanjung Priok. Yang dibangun semasa RJ Lino menjadi Dirut Pelindo II. Tahun 2012.

"Waktu itu kami pakai 6 juta batang bambu," ujar Andi.

Apakah ia akan bisa mendapat 10 juta bambu untuk jalan tol Demak?

“Itu urusan kontraktor yang menang tender nanti," ujarnya. "Harusnya bisa dapat. Di lokasi bambu yang 6 juta dulu sekarang kan sudah tumbuh lagi," guraunya.

Proyek tol ruas Semarang-Sayung itu kini memang masih dalam tahap tender. Belum tahu siapa pemenangnya. Sedang yang ruas Sayung-Demak sudah hampir jadi.

Di atas matras bambu itulah jalan tol dibangun. Tidak perlu tiang pancang lagi. Memang di situ tidak mungkin menggunakan tiang pancang. Sampai 60 meter pun belum akan bertemu tanah keras di bawah sana.

Tiang pancang hanya digunakan di kanan kiri sungai. Memang ada dua sungai di jalur sepanjang 6 Km itu. Salah satunya sungai Sayung. Fungsi tiang pancang itu untuk penahan matras bambu. Agar tidak longsor ke sungai.

Tentu untuk gelar doktornya di Malaysia nanti, Andi akan membuat desertasi tentang fondasi bambu tersebut.

Maka selama kuliah S-3 ia bisa tetap di proyek. Sambil melakukan penelitian. Berarti hanya sesekali saja harus ke Malaysia -untuk diskusi dengan pembimbing. Apalagi penelitian laboratoriumnya juga dilakukan di ITB Bandung.

Kenapa pelabuhan Kalibaru tidak dijadikan penelitian doktornya?

“Penelitian saya tentang mekanisme transfer beban untuk sistem cerucuk matras bambu," ujarnya. Tentang teknologinya sendiri sudah banyak dipakai di Indonesia.

Teknologi ini memang kelanjutan dan pengembangan ilmu lama: zaman perang. Zaman itu tentara menebang kayu untuk dihampar di rawa. Agar tank dan pasukan bisa melewati rawa.

Sistem itu juga sudah banyak digunakan di tambang, di pengeboran minyak dan di kebun sawit.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler