Karena, mereka mengklaim, bahwa sudah 27.299 orang menandatangani petisi menolak penundaan pemilu 2024. Mereka beralasan perpanjangan pemilu hanya akan memperburuk demokrasi.
Diurai di situ. Jika Indonesia menunda Pemilu 2024, melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi. Dicantumkan aneka pasal, hukum internasional:
Pasal 25 (b) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), bunyinya: To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.
Disebut pula, International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) dalam rumusan “International Obligations for Elections” sebagai panduan kerangka hukum pemilu bagi negara demokrasi.
Semua aturan itu buatan manusia. Bisa diubah manusia juga. Diamandemen.
Sedangkan, manusia di Partai Golkar, PKB, PAN, sudah memberi sinyal, bisa saja Pemilu ditunda. Mengapa tidak?
Dikutip dari Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD 1945, usul perubahan pasal-pasal UUD, bisa diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga dari anggota MPR. Sedangkan, untuk mengubah sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggota MPR.
Jika benar Golkar, PKB, PAN sepakat Pemilu ditunda, maka mereka membutuhkan satu atau dua dukungan partai lagi. Untuk bisa mengusulkan amandemen konstitusi, bersama DPD.
Istilah Luhut 'Big Data', bisa benar-benar ada. Bisa juga ditafsirkan sebagai sinyal komando: Ayo maju…
Ada orang partai yang seolah-olah terkecoh. Meminta Luhut mengungkap 'Big Data'. Supaya terang-benderang di mata rakyat, katanya.
Cak Mu'in. Tidak mungkin, Namanya 'Big Data' pastinya 'Top Secret'. Lagian, benarkah rakyat ingin baca 'Big Data'? Rakyat bagian mana?
Buat rakyat, yang penting wujudkanlah kemakmuran. Sebelum makmur, negara harus aman dulu. Bukan sekadar kaos dan nasi bungkus.
Kendati, pernyataan 'Big Data' menandakan ada tarik-ulur. Pertanda sangat jelas. Ada yang menarik, ada yang mengulur. Soal Pemilu. Yang kali ini bakal seru.
Seseru Pilpres Amerika pada 2020. Yang, meskipun Donald Trump sudah kalah pun, ogah meninggalkan Istana Kepresidenan. Tapi, di Indonesia sangat beda bentuk.
Dikutip dari Crisis Group (lembaga internasional, fokus pencegah konflik Pemilu) pada September 2020, menganalisis, bahwa Pilpres Amerika, 3 November 2020 berpotensi konflik.
Indikatornya ada sebelas, yakni: