Kalau pembunuh bayaran beregu tarifnya jauh lebih tinggi. Dikutip dari media massa yang sama, pada tanggal tersebut, dua anggota militer dari negara bagian Colorado, AS (tidak disebut nama) menerima kontrak bunuh dari kartel narkoba juga.
Dua tentara itu pasang tarif USD 50.000 (sekitar Rp700 juta). Kartel narkoba Los Zetals sepakat membayar tarif tersebut. Kartel menugaskan pembunuh membunuh informan juga.
Perintah dilaksanakan. Target mati ditembak. Tapi para pelaku tertangkap polisi. Sehingga jaringan pembunuh bayaran di sana terungkap.
Mungkin, Amerika tidak sebanding dengan Indonesia soal tarif pembunuh bayaran. Yang dekat dengan Indonesia, barangkali India.
Dikutip dari Daily Mail India, 11 April 2013 bertajuk: “The Rs 5 crore contract killing of Bhardwaj shows murder is still big business in the Delhi and Mumbai underworlds”, disebutkan:
Tarif pembunuh bayaran di India sekitar USD35 (sekitar Rp490 ribu) sampai USD900 (sekitar Rp12,6 juta). Ini data dari polisi India (Daily Mail India, 11 April 2013).
Polisi India kepada Daily Mail India mengatakan: Mereka telah melihat hingga 5 pembunuhan kontrak besar di Delhi selama empat dekade terakhir (sejak sebelum 11 April 2013).
Tapi ada juga yang bertarif sangat tinggi. Pembunuhan dengan tarif tertinggi terjadi di New Delhi, pada 2013, di mana seorang politisi dibunuh tim pembunuh bayaran.
Polisi melaporkan bahwa kontrak untuk membunuh politisi pria itu adalah $900.000 (sekitar Rp12,6 miliar).
Polisi berhasil mengungkap kasus pembunuhan itu. Para pelaku ditangkap. Sehingga tarif pembunuh bayaran tersebut terungkap.
Jadi, tarif Rp100 juta di Sidoarjo tergolong cukup tinggi. Meski ternyata, belum sempat dibayar oleh otak pembunuhan.
Pembunuh bayaran di AS dan India sudah menerima bayaran di muka, atau sebelum eksekusi bunuh. Sedangkan di Indonesia umumnya dibayar belakangan, atau setelah pembunuhan.
Di Amerika, pemberi perintah berani membayar di muka kepada eksekutor, sebab pemberi perintah adalah geng mafia narkoba. Dan, pembunuhnya paham, bahwa jika ia berbohong atau tidak melaksanakan tugas tapi menerima pembayaran di muka, maka pembunuhnya bisa dibunuh pembunuh lain.
Di kasus Sidoarjo, menurut keterangan isteri Sabar bernama Wiwin, kepada wartawan, otak pembunuhan Sabar, inisial E, sudah lama meneror Sabar.
Wiwin: "Mas Sabar dan ia (E) masih saudara sepupu. Mas Sabar sukses dalam politik dan bisnis. Pernah jadi Kades. Sedangkan E iri hati.Memfitnah seolah-olah Mas Sabar mengganggu isteri pelaku."
Kebenaran pernyataan Wiwin belum teruji. Sebab, E masih diburu polisi. Dan, seperti halnya JO selaku eksekutor pembunuh Sabar, E bakal dikenakan pasal 340 KUHP pembunuhan berencana. Ancaman hukum mati. Atau penjara seumur hidup.