Meski tidak berkaitan, isi seminar itu kebetulan berkorelasi dengan isi permintaan maaf pemilik akun @KoprofilJati yang dianggap publik, menghina Ibu Negara, Iriana Joko Widodo.
@KoprofilJati diketahui bernama Kharisma Jati (36). Orang Jawa. Tinggal di Bantul, DIY. Komikus. Pernah sekolah di SMA Negeri 7 Yogyakarta. Menikah, punya seorang anak. Karya terakhirnya komik seks pada 2013 bertajuk: "17+". Isi permintaan, begini:
1) "Dengan ini saya, Kharisma Jati, meminta maaf kepada Keluarga Besar Presiden RI atas unggahan saya di media sosial yang menyinggung perasaan anggota keluarga Bapak Presiden Joko Widodo, termasuk kerabat; staf; dan pejabat di lingkungan kepresidenan. Permintaan maaf ini saya nyatakan dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam, tanpa unsur keterpaksaan maupun kepura-puraan."
2) "Dan jika dari pihak terkait bermaksud mengadakan tuntutan hukum maka saya akan menerima dengan lapang dada atas segala hukuman yang adil dan setimpal."
3) "Namun tidak ada sedikit pun permintaan maaf saya terhadap para pendukung fanatik rezim ini, yang merasa bisa berbuat sesukanya sendiri tanpa mengindahkan moral dan etika, karena saya bukan penjilat; pembeo; maupun perundung, dan tidak sedikitpun saya membenarkan perbuatan semacam itu. Framing, fitnah, dan ujaran kebencian yang mereka buat hanya mencerminkan arogansi dan kemunafikan mereka."
Sangat jelas. Di poin nomor tiga, berkorelasi langsung dengan "devide et impera" kata Prof Kwartarini. Sisa kampaye Pilpres 2014, berlanjut ke kampanye Pilpres 2019: Politik identitas berbasis agama.
Ustadzah Neno Warisman, berdoa menggelegar di Malam Munajat 212 di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019. Bukan saja membuat ratusan ribu umat di Monas menangis. Juga masyarakat Indonesia miris, ngeri…
Tentu, Neno disuruh dan mau. Disuruh oleh pencetus politik identitas, demi meraih kekuasaan negara. Politik beridentitas agama, paling efektif di Indonesia, dan tidak (atau belum) dilarang konstitusi.
Buat tokoh yang menyuruh, juga tidak salah. Sah secara hukum.
Psikoanalis Sigmund Freud, dalam karyanya: "The Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund Freud" (1999) membedah struktur psikis manusia, ada tiga: Id, Ego, Super-ego.
Id kebutuhan dasar: Makan, minum, pakaian, rumah, dimuliakan oleh masyarakat. Wajib terpenuhi. Super-ego berperan kritis (mikir) berdasar moralitas, normal sosial atau hukum. Ego menengahi hasrat Id berperang melawan Super-ego.
Politikus identitas agama, merasa sah mengerahkan identitas agama, karena itulah paling efektif. Ego mereka menyatakan, tindakan itu benar dan sah. Maka jadilah.
Bahwa efeknya negatif dan mendalam di masyarakat, bukan lagi urusan sang politikus. Yang sudah berkuasa. Apalagi yang gagal berkuasa.
Tanpa teori ilmu politik, masyarakat paham hal ini. Hati masyarakat merasa adem. Terpenting buat mereka, di tengah kemiskinan Indonesia, kampanye politik adalah padat karya. Setara menunggu lamaran kerja.
Di kasus Kharisma Jati, Polri kini menimbang-nimbang. Memproses atau tidak. Menangkap Kharisma Jati atau membiarkan saja.
Direktur Tindak Pidana Siber, Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid kepada pers, Jumat (18/11) mengatakan: "Kita sudah temukan unsur dugaan pidananya,"