Polda Bobol

Jumat 03-02-2023,08:00 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

*dalam rangka ulang tahun CHDI. Dilematik CHDI di mata seorang pembaca. Pertanyaan yang pernah terlintas di benak saya adalah: mengapa tidak menggunakan nama kolom yang berbeda dengan nama penulisnya?? Bukankah keterikatan dengan nama seseorang itu pada umumnya bersifat temporary, hanya akan exist selama sang penulisnya masih mampu menulis?? Penulis sebagaimana umumnya, suatu saat nanti akan silih-berganti, tetapi nama kolom memungkinkan untuk bertahan lebih lama. Apa yang akan terjadi kelak; katakanlah 5, 10, 15 atau 20 tahun yang akan datang ketika Pak Dahlan Iskan sudah tidak lagi menulis CHDI?? Bukankah selama ini sudah terbentuk image yang kuat di pikiran para pembacanya, bahwa CHDI itu identik dengan Pak Dahlan Iskan, sudah menjadi satu-kesatuan yang tak terpisahkan dan memang menjadi daya-tarik tersendiri bagi para pembacanya?? Bagaimana nasib CHDI selanjutnya ketika satu dan lain hal Pak Dahlan Iskan tidak lagi menulis?? Tentu saja, sesuatu mesti terjadi, yaitu perubahan nama kolom!! Perubahan nama kolom tampaknya akan menjadi cerita baru, karena semuanya mesti dimulai dari awal lagi. Sungguh amat disayangkan, apa yang sudah dicapai CHDI akan tergerus oleh waktu dan kelak hanya akan menjadi kenangan semata. [1].

Budi Utomo

Shinchan pesan pizza. Youtube kocak satu menit. https://m.youtube.com/watch?v=PEHoG6GeK_k. Transkripnya sbb: Terima kasih sudah menghubungi bagian delivery pizza, mau pesan sesuatu? Shinchan (S): Tidak, saya hanya mau pesan pizza saja. Tukang Pizza (TP): itu namanya mau pesan. Tolong nama, alamat dan nomor telepon. S: Namaku Nohara Shinosuke tapi alamat dan nomor teleponnya tidak tahu. TP: Kalau begitu pizza nya tidak bisa diantar. S: Kalau alamat Masao aku tahu. TP: Kalau begitu pizzanya akan diantar ke rumah Masao. S: Hmmm susah juga kalau begitu ya. TP: Mestinya saya yang bilang begitu. S:Tolong telepon lagi nanti ya. TP: Yang telepon khan Anda. S: Ya sudah. TP: Baiklah. S: Hhhh tukang pizza zaman sekarang memang kurang pendidikan.

Budi Utomo

Jadi ingat lelucon almarhum Dalang ternama Ki Enthus mantan Bupati Tegal. Yang membedakan NO (Nahdlatoel Oelama) dengan Muhammadiyah. Yang satu hobi merokok. Yang lain anti merokok. Seorang santri NU sedang merokok di SPBU diperingatkan petugas SPBU untuk mematikan rokoknya lalu dilawan sang santri. Lha itu khan tulisannya NO Smoking. Nahdlatoel Oelama Smoking. Wakakaka

Mbah Mars

Resepsionis: "Nama Bapak ?" Baroto: "Baroto. Tidak pakai bh ya mbak" Resepsionis: "Aduh Bapak kok tahu sih ? Habis gerah banget. Udara panas" Baroto: "Ealaahhhh. Baroto Mbak. Bukan Bharoto"

Sri Wasono Widodo

Lebih bijak jika ponpes-ponpes NU tetap mandiri, baik dari aspek kepemilikan asetnya, diferensiasi "manhaj" nya, maupun kekhususan "prodi"nya. Biar saling ber "fastabiqul khoirot". Yang penting tidak lagi di "polarisasi" seperti era Orba, ada dua kubu yang saling bertolak belakang karena berbeda kepentingan. Demikian juga perbedaan furu'iyah NU dengan ormas lain, yang penting tetap saling menghormati. Jika perlu diadakan "bahtsul masail" antar ormas Islam untuk mencari benang merahnya.

Parikesit

Kebangkitan Bersama Sebagai seseorang yang pernah masuk NU secara Struktural dan terlahir sebagai NU Kultural, saya merasa terharu atas artikel Abah hari ini. Thanks, Abah. Sebuah coretan dan harapan, ketika masih aktif di Lembaga Dakwah PCNU Lasem, (Anda pasti belum tahu, PCNU Lasem adalah PCNU ke-11, dan satu-satunya kecamatan yang memiliki pengurus cabang, inilah istimewanya Lasem), saya membuat coretan2 untuk NU ke depan. Coretan itu saya tulis, ketika saya dan empat orang kawan lainnya, sedang ditugaskan selama beberapa minggu di daerah pedalaman, terletak di lereng gunung AP, ditemani lampu teplok/uplik, diselingi sahutan dan lolongan anjing setiap malam (karena warga desa masih banyak yg memeliharanya), coretan panjang berisi harapan, untuk NU tercinta ke depan, dan di usia satu Abad, beberapa sudah terwujud. Inilah cuplikan daripada coretan panjang itu : - NU memiliki media penyiaran, dan sekarang memiliki Aswaja TV, TV9. - NU mempunyai rumah sakit sendiri di setiap kabupaten, boleh bergandeng tangan, ngangsu kawruh kepada Muhammadiyah dalam tata kelola dan konsistensinya. - Contoh yang keren Pendidikan di Malang, ada UNISMA yang juga ada UMM. Satunya adalah representasi NU dan satunya lagi representasi Muhammadiyyah, semakin banyak "UNISMA-Unisma" lain di setiap kabupaten, semakin keren. - Dan masih banyak lagi, sementara itu dulu, namanya juga cuplikan. Hehehe.. Oh iya, Pagar Nusa mugi tansah guyub, bersama PSHT dan juga anggota IPSI lainnya.

Lukman bin Saleh

Saya kadang sedih mendengar khotib atau ustaz yg menguraikan bagaimana mulianya hidup miskin. Orang miskin masuk surga lebih dahulu, nilai pahala amalnya lebih besar, hisab lebih cepat, di akhirat terjadi penyesalan biar tidak banyak urusan, orang kaya ingin menjadi miskin sedang org miskin tdk ingin menjadi orang kaya, dan seterus2nya. Semua itu tidak salah. Tp hendaknya doktrin itu lebih proporsional. Dan liat situasi dan kondisi jamaah. Jika khutbah atau ceramah di tengah2 masyarakat yang miskin dan masih jauh dari budaya kerja keras. Pemuda2nya lebih senang nongkrong dan main game online. Apa iya isi ceramah harus seperti itu? Knapa tidak diutamakan dulu tentang mulianya ikhtiar atau bekerja keras, mulianya tangan yg di atas, hinanya seorang pemalas, dan seterusnya? Harapan saya sama dg alenia terakhir tulisan Abah hari ini. Dan itu harapan sy sejak lama…

Ferdy Holim

Kalender Hijriah didasarkan pada peredaran bulan (lunar calendar). 1 tahun = 12 bulan lunar = 353, 354 atau 355 hari. Kalender Masehi didasarkan pada peredaran matahari (solar calendar). 1 tahun = 12 bulan kalender = 365 atau 366 hari. Kalender Imlek didasarkan pada peredaran bulan dan matahari (lunisolar calendar). 1 tahun = 12 bulan lunar = 353, 354 atau 355 hari; tapi setiap 2 atau 3 tahun sekali ada tahun kabisat di mana 1 tahun = 13 bulan lunar = 383, 384 atau 385 hari.

Haruntri Purnomo

Tags :
Kategori :

Terkait