"Ke Duba saja," katanya.
"Berapa?" tanya saya.
"200 riyal," jawabnya.
"300 riyal," kata saya menawar. Kali ini tidak untuk lebih hemat.
"Sekarang!" jawabnya dengan senyum khas India. Kepalanya agak sedikit digelengkan.
Saya pun pamit ke pemuda Pakistan itu. Saya buka dompet di depannya. Ia menolak keras.
Si Karala pun memacu mobil ke arah selatan. Menyusuri pantai Laut Merah. Sama sekali tidak indah. Hanya proyek. Proyek. Proyek. Debu. Debu. Debu.
Deru dan debu.
Saya berdoa agar perjalanan ini selamat. Terutama agar si Karala tidak diputus kontrak kerjanya. Agar ia dapat uceng tanpa kehilangan deleg-nya. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 12 Maret 2023: Beijing Syiah Sunni
Agus Suryono
#pak Amat.. Tidak ada cara lain untuk membuktikannya, dengan cara melihatnya..
Fiona Handoko
dan si pipi tembem sudah kembali ke makkah. mengingatkan pada suku pipi tembem indian hiawata, di komik donal bebek.
Agus Suryono