Sandal Tua

Jumat 17-03-2023,08:00 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

Lokasi Aziziyah hanya dipisahkan dari Tanah Suci oleh gunung batu. Makkah-Aziziyah lantas disatukan oleh terowongan di bawah gunung. Begitu banyak terowongan di Makkah sekarang ini.

Lantaran letaknya yang di luar kota suci Aziziyah bisa untuk tempat lobi. Restoran besar-besar ada di sini. Mal-mal besar juga di sini. Semua bangunan di jalan utamanya baru. Kinclong. Subway di sini. Huawei di sini. Aziziyah telah menjadi Shibuya-nya Makkah.

Keesokan harinya istri mengajak tawaf bersama. Gagal. Sampai di halaman Masjid Al Haram saya sudah kena cekal. Saya harus lewat pintu lain. Pintu itu hanya untuk yang berpakaian ihram. Yakni untuk mereka yang berumrah.

Di barikade itu saya pisah dengan istri. Dia menuju Kakbah. Tawaf di sana. Wanita memang tidak bisa dibedakan mana yang tawaf umrah dan mana yang tawaf ulangan: pakaiannya sama. Sedang laki-laki yang akan tawaf umrah harus pakai baju ihram –bawahan selembar kain putih dan atasan selembar kain putih. Dua-duanya tidak boleh ada jahitan.

Saya menuju pintu yang diarahkan petugas: ternyata langsung naik eskalator ke lantai 2. Di situlah saya tawaf. Pakai baju hem dan celana panjang. Saya mencoba mencuri pandang ke istri yang tawaf di bawah sana, tapi tidak terlihat. Kakbahnya saja tidak terlihat apalagi istri saya.

Tawaf –berjalan mengitari Kakbah tujuh kali– di lantai 2 ini sedikit lebih longgar. Hanya jarak tempuhnya lebih panjang. Itu karena lingkar treknya lebih besar.

Saya sudah pernah menghitung seberapa jauh lingkaran tawaf di sekitar Kakbah: 10 x wirid. Berarti 10 x 33 = 330 langkah. Dikalikan 7 putaran: sekitar 2.100 langkah. Itu karena saya tawaf di posisi agak berjarak dari Kakbah.

Kali ini saya ingin tahu seberapa beda tawaf di lantai 2. Ternyata saya perlu melangkah 10 kali Asma'ul Husna. Berarti satu putaran 10 x 99 = 990 langkah. Lalu saya paskan menjadi 1.000 dengan cara memperpendek langkah di dekat garis start/finish.

Itu berarti sekali tawaf di lantai 2 sama dengan olahraga 7.000 langkah.

Saya juga pernah tawaf di lantai paling atas. Lantai yang menghadap langit. Tapi tidak menghitungnya. Perkiraan saya 20 x Asma'ul Husna untuk satu putaran.

Hari terakhir di Makkah istri mengajak tawaf wada' (perpisahan dengan Kakbah) di lantai 2. Agar bisa bersamaan. Permintaannyi saya penuhi. Tapi saya tidak tega istri saya harus mengayunkan kaki 7.000 langkah. Lututnyi bermasalah. Maka saya sewa kursi roda: 150 riyal. Saya yang mendorong kursi itu. Rasanya baru sekali ini saya menggendong istri sampai 7.000 langkah.

Ups, bukan 7.000 langkah. Di putaran kedua seseorang bermohon agar ia bisa mendorong kursi roda itu. Badannya tinggi besar. Wajahnya bukan Arab. Bukan Turkiye. Bukan Asia. Bukan Afrika. "Saya dari Tajik," katanya.

Tentu saya menolak permintaan itu. Ini istri saya. Tapi ia terus bermohon. Ngotot. Ia bilang ingat istrinya. Ia minta diberi kesempatan ibadah.

Saya serahkan kursi itu. Ia dorong dengan kecepatan tinggi. Kian jauh. Saya takut kehilangan istri. Saya kejar dengan lari. Lalu saya ikuti ia yang berjalan dengan kecepatannya.

Di putaran kelima azan bergema. Ia memberi isyarat harus cari tempat salat. Ia serahkan kursi dorong kembali ke saya. Saya ucapkan terima kasih. Ia ucapkan terima kasih.

Saya terus mendorong istri. Sampai tujuh putaran. Saya hafal: jarak antara azan pertama dan azan kedua lebih 30 menit. Cukup waktu untuk menyelesaikan tujuh putaran.

Tags :
Kategori :

Terkait