Iding: "Pada 6 April 2023, kita menemukan ada 12 stiker palsu yang ada di kotak amal kami. Semua sudah dilepas dan kami sudah membuat laporan ke Polres Jakarta Selatan."
Stiker asli barcode milik masjid bertuliskan 'Masjid Agung Al-Azhar' terpasang di kotak amal. Sedangkan stiker palsu bertuliskan 'Restorasi Masjid'. Jamaah beramal tentunya tidak memperhatikan itu.
Auliansyah menjelaskan pola: "Jadi, kalau ini ada QRIS masjid kemudian yang bersangkutan menempel di atas QRIS masjid yang sudah ada. Ada juga ditempel di samping QRIS yang sudah ada. Atau menempel di tembok lain yang sudah ada dari QRIS yang sudah ada atau menempel di tempat baru yang belum ada QRIS.”
Tersangka dijerat Pasal 28 Ayat 1 juncto Pasal 45 a ayat 1 dan atau Pasal 35 junto pasal 51 ayat 1 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang atas No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 80 atau 83 Undang-Undang No 3 Tahun 2011 tentang Transfer dana dan atau Pasal 378 KUHP. Ancaman hukuman lima tahun penjara.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), dengan menggunakan QR code.
QRIS adalah standar kode QR yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. Fungsi QRIS adalah untuk memudahkan proses transaksi dengan QR code agar lebih praktis, cepat, dan (mestinya) aman.
QR Code bisa dipindai melalui ponsel. Dari situ bisa dilakukan transfer via e-banking. Dalam kasus ini, jamaah yang memindai QR Code untuk menyumbang masjid, masuk ke rekening bank tersangka.
Plafon transaksi QRIS paling banyak Rp 10 juta per transaksi. Penerbit bisa menetapkan batas transaksi nominal kumulatif harian atau bulanan. Itu bisa ditetapkan berdasarkan manajemen risiko penerbit.
Kasus ini bisa membuat warga ogah pakai QRIS. Selain pencurian ini modus baru, buat warga pun QRIS juga hal baru.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono kepada pers di Jakarta, Selasa (11/4) mengakui: "Ada beberapa masjid yang kapok menggunakan QRIS. Mudah-mudahan tidak terjadi di banyak masjid.”
Erwin: "Dengan kemudahan QRIS, warga harus melakukan tindakan kewaspadaan. Pada saat melakukan sumbangan, pembayaran atau transfer, ada verifikasi berapa yang disumbangkan, dan disumbangkan kepada siapa? Kalau saya mau menyumbangkan pada Masjid An Nur, misalkan, ya… kepada Masjid An Nur."
Sebaliknya, kepada pengurus masjid dianjurkan: "Mengimbau pengurus rumah ibadah, berhati-hatilah mengecek stiker dari waktu ke waktu. Kalau ada perubahan, lapor polisi.”
Berarti, moto QRIS ‘mudah dan aman’ tak sepenuhnya benar. Masih perlu dijaga orang. Padahal, kotak amal kayu model lama tidak perlu dijaga (walau kadang isinya dicolong juga).
Buat Indonesia, di masa transisi dari tradisional ke modern sekarang, masih perlu adaptasi. Setelah dimaling, barulah kotak amal berlogo QRIS dijaga. Lebih jadul dari yang jadul. (*)