AMEG- Dalam kearifan lokal masyarakat Jawa, fenomena alam seringkali dikaitkan dengan primbon. Termasuk gempa berkekuatan 6,1 SR, berpusat di Kabupaten Malang, pada Sabtu (10/4/2021) siang lalu, yang disebut pertanda akan berakhirnya pagebluk atau wabah.
Seperti adanya gempa bumi atau Lindu pada Sabtu Legi, Bulan Ruwah, sesuai penanggalan Jawa, dan terjadi pada siang hari menurut primbon akan berakhirnya pagebluk atau wabah, seperti wabah viru Corona saat ini.
"Pada akhirnya akan seperti itu. Berakhirnya pagebluk. Namun ada riak-riak menuju landai. Seperti sakit demam berdarah, menjelang sakit akan panas tinggi. Skema pelana kuda, menurut saya seperti itu," kata Ketua Penghayat Kepercayaan Blitar, Hari Langit, Senin (12/4/2021)
Semua yang tergelar di alam, lanjut dia, merupakan kejadian sebab-akibat. Seperti penggundulan hutan yang menjadi pemicu timbulnya global warming. Kondisi ini menimbulkan cuaca ekstrem yang tidak bisa diprediksi.
Ketua Penghayat Kepercayaan Blitar, Hari Langit menyebut, primbon merupakan ilmu titen-titen. Atau hasil pengamatan tanda-tanda yang terjadi pada alam. Ilmu ini, diperoleh seseorang yang mengasah kepekaannya pada tanda-tanda alam. Melalui olah rasa (bathin) dan olah pikir. Dalam terminologi Jawa disebut Among Roso.
Pada zaman dulu, orang-orang itu rajin mencatat dan bersifat sangat lokal. Bagaimana orang bisa membaca tanda-tanda zaman. Jadi antara mikro kosmos dan makro kosmos bisa menyatu. Sehingga gelombang dan getaran yang dipancarkan alam, bisa diterima dan diterjemahkan secara rasional.(ekn)