Pak Suwito memiliki pecahan 75000. (Fauzan disway)
Bisnis Penukaran Uang Menjelang LebaranNgeri Kena Gendam, Tawarkan COD
MENJELANG Lebaran, kebutuhan penukaran uang meningkat. Di jalan-jalan banyak dijumpai pedagang yang membuka jasa penukaran uang. Di seputar Tugu Pahlawan saja, yang dekat dengan gedung Bank Indonesia, bisa dijumpai lebih dari 20 orang pedagang.
***
"Saya sudah buka lapak di sini sejak sehari sebelum Ramadan,'' kata Suwito Hariyanto, salah seorang pedagang jasa penukaran uang di kawasan Tugu Pahlawan. Ia sudah menekuni bisnis musiman itu sejak 1994. Sudah 27 tahun.
Suwito sudah merasakan berjualan di berbagai tempat. Pertengahan 2008, ia berjualan di Taman Bungkul. Saat itu di tempat itu belum ada yang membuka jasa penukaran uang. Ia yang mengawali. Lama-lama banyak yang ikut-ikutan buka lapak di Taman Bungkul. Kini, ia memutuskan menetap di bawah jembatan rel kereta api Tugu Pahlawan.
Selain harus punya modal, kata Suwito, juga harus waspada. Ia pernah ditipu puluhan juta rupiah. Modusnya gendam. “Ada empat orang tukar uang Rp 500 dan seribuan logam. Ya karena gendam setiap Rp 5.000 dihitung Rp 1 juta,” kenangnya.
Sekarang ini modusnya semakin beragam. Bapak lima anak itu harus jeli terhadap uang palsu. Selain itu, penjambretan juga bisa terjadi sewaktu-waktu. Pasalnya rata-rata pelapak berada di tepian jalan. Potensi menjadi korban kriminalitas cukup tinggi.
“Tidak boleh mengantuk. Kan orang yang mau nipu dan beli tukar kan beda gelagatnya. Ilmu soal ini harus dipahami betul,” tegasnya.
Kemarin, ia membawa total Rp 200 juta. Dalam berbagai pecahan, mulai Rp 1.000 hingga Rp 20 ribu. Plus pecahan edisi kemerdekaan ke-75 RI dengan total Rp 40 juta. Hanya saja khusus pecahan itu disimpan dalam tas hitam miliknya. “Sengaja tidak dipajang karena berisiko tinggi. Nilainya besar,” katanya. Ia mendapatkan uang pecahan itu dari sebuah agen di Semarang. Tidak langsung menukar ke BI.
Untuk jasa penukaran, Suwito mematok Rp 25 ribu per Rp 100 ribu untuk pecahan Rp 1.000. Kemudian Rp 15 ribu per Rp 100 ribu untuk pecahan Rp 5 ribu. Dan Rp 10 ribu per Rp 100 ribu untuk pecahan Rp 2 ribu.
Total penjualannya sampai pukul 15.00 mencapai Rp 19 juta. Menurut pria 54 tahun itu, angka tersebut cukup baik.
Sebab, ia membuka lapaknya tepat tengah hari. Tidak penuh dari pagi. Jika lapak digelar sejak pagi, hasil penjualan akan lebih banyak. “Tadi pagi ada keperluan dulu,” ungkapnya.
Suwito juga punya pelanggan. Ia menyimpan nomor telepon pelangganya itu. Pelanggan lamanya ditawari satu per satu melalui WhatsApp dengan memberikan harga khusus. Jurus itu, menurutnya, ampuh. Pelanggan setianya sejak dua tahun lalu, kemarin menukarkan uang Rp 8 juta kepadanya. “Ada pelanggan saya yang sejak 10 tahun lalu. Itu karena kepercayaan,” tuturnya.
Selain pembayaran melalui cash, ia memberikan layanan transaksi melalui mobile banking. Kemarin, Wito menunjukkan mutasi rekeningnya. Jumlahnya beragam, minimal transaksi yang terekam sebesar Rp 2 juta. “Biasanya kalau bayar lewat gini, bisa COD (cash on delivery) atau pelanggan kesini untuk mengambil,” paparnya.
Selama Ramadan, transaksi terbesar yang ia raih yakni Rp 120 juta dalam sehari. Kendati begitu, ia pun pernah merasakan sepi penjualan. Paling sedikit Rp 15 juta sehari. Rencananya, ia bakal membuka lapaknya hingga dua hari setelah Lebaran. (*)