Mati Pascavaksin

Rabu 12-05-2021,10:45 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Djono W. Oesman

Trio divaksin produk AstraZeneca di GBK pada Rabu (5/5) pukul 13.30. Sesudah vaksinasi, Trio kembali bekerja di Pegadaian Cibubur.

Prosedur observasi 30 menit, sudah dijalani. Artinya, pasien vaksinasi menunggu di tempat selama sekitar 30 menit. Saat itu, Trio tidak mengeluh apa-apa.

Berdasar investigasi KIPI, gejala pada Trio mulai muncul saat dia bekerja di kantor. Prof Hindra menyayangkan yang bersangkutan tak langsung melapor ke nomor telepon yang tertera di kartu vaksinasi.

"Dia tidak melapor ke tempat vaksin, kan ada nomor telepon kan di belakang kartu itu. Tapi dia mau berobat ke dokter biasa dia berobat. Jadi pertanyaan saya, apakah dia punya sejarah penyakit di dokter langganan, kebetulan dokter langganannya nggak praktik, jadi nggak berobat," jelas Hindra.

"Tengah malam, dia demam tinggi, nggak berobat juga. Paginya dia merasa pegal, dipijat. Setelah dipijat, dia pingsan, lalu dibawa ke RS di Rawamangun, namun ternyata sampai di RS death on arrival," katanya.

Ada sedikit beda dengan versi Viki. Yakni, terjadi imbal (pindah) dua RS. Yang, tentu saja membuang waktu sangat berharga bagi nyawa Trio.

Paling merugikan Trio, dua RS tersebut sama-sama tidak berani menangani pasien. Akibatnya, Trio kehilangan banyak waktu, tanpa tindakan medis. Sampai dinyatakan meninggal.

Tidak jelas, bagaimana penyelidikan kasus ini. Trio sudah dimakamkan. Tanpa otopsi. Sedangkan, satu-satunya cara akurat investigasi penyebab kematian adalah otopsi.

Belum ada kejelasan apakah makam Trio bakal dibongkar untuk otopsi? Atau, apakah pihak keluarga mengizinkan otopsi?

Jadi, belum bisa dikatakan Trio meninggal akibat divaksin. Belum bisa disimpulkan begitu. Yang benar, Trio meninggal pasca divaksin. Tidak sampai 24 jam.

Kronologi tersebut, pastinya pelajaran penting bagi masyarakat. Antara lain, kontak dengan dokter penyuntik vaksin, jika terjadi apa-apa, sangat penting.

Problemnya, para dokter penyuntik selama ini kebanjiran telepon dan WA dari pasien. Karena, pasien yang merasa pusing atau demam, sedikit saja, pasti menelepon. Dan panik.

Karena kebanjiran telepon bernada panik, ganti dokternya yang pusing. Sehingga telepon dokter dimatikan. Lalu, siapa yang mengawasi, agar dokter selalu siaga? (*)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler