Harus diakui, lanjut Riesta, aktivitas peliputan di kawasan konflik kerap mengancam keselamatan dan nyawa. Meski dalam beberapa perjanjian internasional, sudah disebutkan hal-hal yang berhubungan dengan ketentuan tentang perlindungan terhadap wartawan yang bertugas di daerah konflik.
Riesta yang juga tercatat sebagai alumnus Stikosa AWS ini kemudian menyebut beberapa hukum internasional yang mengatur keselamatan wartawan saat melakukan peliputan di daerah konflik.
Seperti Konvensi Jenewa 1949 yang merupakan perjanjian internasional untuk mengatur perlindungan terhadap korban perang, termasuk jurnalis. Konvensi ini menyatakan bahwa jurnalis yang mengambil bagian dalam konflik bersenjata harus diperlakukan sebagai warga sipil dan dilindungi dari serangan.
"Kemudian Konvensi Perlindungan Jurnalis dalam Konflik Bersenjata, merupakan perjanjian internasional yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2015. Konvensi ini menguatkan perlindungan terhadap jurnalis di daerah konflik, termasuk perlindungan dari serangan, penangkapan, dan intimidasi," tambahnya.
Lalu Prinsip-prinsip Dasar Perlindungan Korban Konflik Bersenjata, pedoman yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1977. Prinsip-prinsip ini menyatakan bahwa semua orang yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata harus dilindungi dari serangan, termasuk jurnalis.
"Harus diakui, penerapan hukum internasional yang mengatur keselamatan wartawan di daerah konflik masih belum optimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kasus pelanggaran terhadap keselamatan wartawan di daerah konflik, seperti serangan, penangkapan, atau intimidasi," terang Riesta.
Dalam konflik di Gaza, misalnya, setidaknya 40 wartawan tewas. Serangan-serangan tersebut diduga dilakukan oleh tanpa pandang bulu, termasuk terhadap wartawan yang mengenakan atribut jurnalistik.
"Penerapan hukum internasional dan kode etik jurnalistik yang tidak optimal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kesadaran pihak-pihak yang bertikai. Pihak-pihak ini kadang menganggap bahwa jurnalis adalah bagian dari kelompok musuh, sehingga dapat menjadi sasaran serangan," jelas Riesta.