Gelisah Solid-State
Tiongkok menjadi produsen terdepan. Baik jumlah mobilnya maupun jumlah mereknya.
Amerika Serikat lagi kebakaran jenggot. Kaget. Lalu bergegas gerak sana-sini.
Tesla, Sony, Apple, Huawei ikut terjun ke mobil listrik. Sampai-sampai ada yang meramal: mobil masa depan dikuasai oleh mereka yang datang bukan dari ''orang mobil''.
Kini Ford lagi mencoba mengejar Tesla. Yang sudah jauh di depan. Mustang pun diluncurkan sebagai andalan mobil listrik dari Ford. Minggu depan Ford meluncurkan mobil pikap Maverick. Secara besar-besaran.
Apa kabar Toyota?
Toyota, sebagai pabrik mobil terbesar di dunia, kelihatan tenang-tenang saja.
Ternyata tidak.
Toyota lagi menyiapkan ''sapu jagad''. Toyota akan muncul belakangan tapi akan jadi pemenangnya. Setidaknya begitu harapannya.
Toyota, seperti dilansir Nikkei minggu lalu, sedang menyiapkan baterai yang berbeda. Yang bukan lithium-ion. Yang bisa punya jarak tempuh 1.000 Km.
Baterai Toyota itu jenis baru. Komposisi material di katodanya akan sangat berbeda. Masih ada unsur lithium tapi tidak sebanyak baterai lithium-ion. Toyota menyebutnya sebagai baterai solid-state.
Dengan baterai baru itu kapasitasnya bisa 30 persen lebih besar. Dan terutama waktu isi ulangnya: hanya 12 menit.
Toyota yakin akan bisa menyalip Tesla di mobil listrik.
Tidak hanya Toyota.
VW –pabrik mobil terbesar kedua di dunia– ternyata juga sedang menyiapkan baterai solid-state. Demikian juga Nio, pabrik mobil listrik dari Tiongkok.
Mengikuti serunya persaingan teknologi baterai itu pikiran saya melayang ke Halmahera: teknologi yang mana yang akan dipilih BUMN di sana.
Empat BUMN –Pertamina, PLN, Antam, dan Mind Id (d/h Asahan Aluminium)– sudah membangun satu perusahaan baterai: PT Indonesia Battery Corporation (IBC).
Sumber: