Menunggu Joker
Ching Bing dan tebu adalah 2 hal yg tdk dpt dipisahkan. Ching Bing yg disebut jg cembengan (hasil plesetan para mandor tebu) adalah tradisi mendoakan leluhur dilaksanakan ketika memasuki bulan April sdgkan musim panen tebu dan giling tebu jg dilaksanakan pada bulan tsb. Itulah knp tradisi Ching Bing dijadikan patokan saat musim panen tebu dan giling tebu tiba karena pada zaman dahulu makam Tionghoa umumnya berada dekat pabrik tebu.
Anwar Songennep
Bicara Gusdur dan Tionghoa, saya jadi ingat ketika mengadakan event Pelangi di Sumenep tahun 2018. Acaranya pertunjukan seni budaya suku-suku Nusantara yang menetap di wilayah Sumenep (Bugis di Kangean, Bajo di Sapeken, Mandar Sapeken, Madura, Arab dan Tionghoa). Semua suku itu menampilkan kesenian sekaligus tetua adatnya bercerita kenapa menetap di Sumenep sejak beberapa abad yg lalu. Kegiatan itu juga ada penandatanganan prasasti kesepakatan damai antarsuku. Tapi yang paling membuat saya tertarik, penampilan dari suku Tionghoa yaitu Barongsai yg didatangkan dr salah satu Klenteng di Surabaya. Warga Sumenep menyambut dg meriah. Karena Sumenep memang banyak suku Tionghoa. Bahkan arsitek Masjid Agung Sumenep yg didirikan tahun 1762 adalah Lauw Pia Ngo, warga Tionghoa yg mengungsi ke Sumenep th 1740 akibat konflik di Semarang. Sayangnya, tahun 2019 ada Covid-19. Padahal rencananya tokoh Tionghoa Sumenep mengajak saya utk bikin Festival Barongsai Nasional di Sumenep Madura. Mungkin Pak Dahlan tertarik, ayo kita garap event antarsuku di Sumenep….
Wong Kito Galo
Obatnya hari ini sdh diminum blm Ummi ? Jgn dicampur Autan ya he…he…
Ka Yudi
Mungkin tidak hanya jalan tol yg perlu RTR, semisal jalan antara Lawang kab Malang sd Purwosari kab Pasuruan tentunya Abah sudah tahu, dalam 5 tahun ini mungkin sdh hampir 10 truk besar kecelakaan atau nyungsep di sungai samping jalan raya, yg terakhir kemarin siang truk kontainer, yg untungnya sopirnya berpengalaman sehingga banting setir ke kiri masuk sungai, padahal di depannya banyak mobil dan motor yg berhenti karena ada lampu merah sebelum pintu tol purwodadi ±200 meter di depan.
Liam
Sebenarnya tidak sulit-sulit amat Mbah. Cara pandang nya dulu yang diubah. "Aku banting tulang untuk bos perusahaan bisa, kenapa untuk sendiri tidak bisa?" Waktu jadi karyawan, hujan badai juga paksa berangkat kerja. Berwirausaha untuk diri sendiri, hujan badai juga harus semangat bisa! Mulai berwirausaha tidak ada kepastian. Tapi yakin saja, jaman sekarang, khususnya di Indonesia mati kelaparan itu susah. Nekad pun tak bakal mati kelaparan. Cuma ada satu memang, harus terbiasa menghitung , berwirausaha mau tak mau harus bisa menimbang dan menghitung, mana yang lebih untung. Waktu mulai wirausaha, hitungan ekspektasi keuntungan pakai yang minimal, jangan yang maksimal. Pakai yang minimal supaya tidak kaget jika tak sesuai harapan, 1/2 tahun pertama pasti berat, karena itulah masa-masa kita di uji. Hindari juga ajakan kongsi. Jangankan teman, sodara kandung saja bisa ruwet urusannya jika sudah urusan duit. Yakinlah, tak mungkin mati kelaparan. Banting tulang sekali ini untuk diri sendiri, bukan untuk gaji.
Kalo aku kaya nanti, karena berhutang budi kepada GusDur. Aku mau bangun masjid untuk sodaraku yang muslim, 4 minaret/menara mau kubangun tinggi, berlapis kristal, di malam hari di beri cahaya, agar berpendar. Sukur-sukur pancar sinarnya nyampe ke hati. Supaya sodaraku ingat untuk selalu kembali ke tempat suci. Karena aku cinta GusDur, jika kulewat Masjid yang ramai karena sholat jumat, ku sempat kan toleh, dan berucap dalam hati. semoga damai dan nyaman kehidupan sodaraku. Karena aku percaya pada wejangan dan peninggalan bijak GusDur, mei 98 ku anggap luka kronis yang harus di amputasi. Bukan borok yang di korek saban tahun. Karena aku sayang GusDur. tak kan kubakar dupa sehiolo dan ritual Tionghoa kulakukan untuk nya, karena tak sesuai kepercayaan beliau. Karena ku kagumi GusDur, selorahan "gitu aja repot" selalu aku pikirkan, apa artinya.
Muliyanto
@mbahMars:kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet kiat kiet.
Mbah Mars
Baca RTR di artikel Abah, saya langsung ingat RTR di turunan jalan antara Kledung sampai Kretek Wonosobo yg panjangnya 9,5 km. Meskipun sudah ada RTR namun jalan maut itu masih merenggut nyawa 162 jiwa dalam 5 tahun terakhir. Saya sekarang tidak pernah lagi lewat jalur itu kalau perjalanan Jogja-Wonosobo karena lebih save lewat jalur Maron-Kretek yg tidak ekstrim. Hanya berkelok-kelok. Ingat juga belum lama ini kecelakaan bus wisata di jalur Dlingo-Imogiri Bantul yg merenggut 13 korban jiwa. Bis melaju kencang di turunan panjang dekat Bukit Bego. Diduga rem blong. Karena belum ada RTR sopir menabrakkan bus ke tebing sebelah kanan. Sementara sebelah kirinya adalah jurang dalam. Sopir mengambil keputusan terbaik meskipun dirinya juga akhirnya menjadi korban meninggal. Sekarang di tebing tersebut dipasangi bekas-bekas ban mobil sebagai peredam kontak bodi kendaraan dengan batu tebing. Semoga KNKT segera menemukan solusi terbaik untuk lokasi tersebut dan lokasi-lokasi ekstrem lainnya.
Tarjo
Sumber: