Rapat Gelap

Rapat Gelap

AMEG - PEMBANGKIT listrik Ukraina yang dikuasai Rusia, listrik di Taiwan yang mati. Nyaris total. Di seluruh negara. Rabu (2/3/2022) lalu.

Hari itu tokoh Amerika Serikat baru saja mendarat di Taipei: menteri luar negeri di zaman Presiden Donald Trump, Mike Pompeo. Siang itu Pompeo dijadwalkan bertemu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Acara itu akan disiarkan secara luas lewat live streaming. Seolah Tsai Ing-wen bisa menenangkan warganya: Amerika di belakang kita.

Tiba-tiba lampu mati. Hampir di seluruh Taiwan. Pertemuan tetap dilangsungkan. Siaran langsungnya yang dibatalkan.

Sejak sehari sebelumnya, sebuah delegasi pertahanan Amerika juga ada di Taiwan. Bertemu tim pertahanan Taiwan. Keduanya membahas isu yang lagi hot saat ini: kemungkinan Tiongkok berbuat seperti Rusia atas Ukraina.

Tiongkok sewot dengan istilah itu. Yang dilakukan Rusia adalah menyerang negara lain. Sedang Taiwan adalah salah satu provinsinya sendiri.

Tiongkok telah menawarkan kompromi: satu negara tiga sistem. Ada sistem di Tiongkok daratan yang sosialiatis, ada sistem kedua di Hong Kong, dan sistem ketiga di Taiwan yang demokratis.
Taiwan, di bawah Tsai Ing-wen, tetap berkehendak sebagai negara merdeka yang berdaulat.

Isu Tiongkok akan menyerbu Taiwan memang santer. Dan harus berhasil dalam satu malam. Sudah harga mati bagi Tiongkok: Taiwan harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Secara damai. Kalau perlu dengan kekerasan. Dari kalimat terakhir itulah muncul analisis: Tiongkok akan menyerbu Taiwan. Kapan? Hanya Xi Jinping yang tahu.

Konon hanya Xi Jinping pula yang tahu kapan Rusia menyerang Ukraina: "Jangan sebelum Olimpiade musim dingin di Beijing". Maka seminggu setelah Olimpiade serangan pun adimulai.

Apakah kalau Tiongkok menyerang Taiwan, Amerika juga bersikap sama dengan Ukraina? Apakah Amerika sudah benar-benar tidak mau kirim tentara ke mana pun —sejak yang di Afghanistan pun ditarik?

Itulah pokok pembicaraan berbagai delegasi Amerika ke Taiwan. Setidaknya, kedatangan delegasi itu membuat tenang Taiwan —di tengah berita perang di Ukraina.

Taiwan telanjur jadi produsen chip terbesar bagi Amerika Serikat —dan hanya pabrik itu yang listriknya tidak ikut mati.

Bagi Amerika, Taiwan amat rumit. Tidak semudah melepas tangan seperti di Ukraina. Bagi Tiongkok, Taiwan juga rumit. Buntut serangan pada Taiwan sangat panjang.

Tapi akan ada serangan atau tidaknya ke Taiwan harus menunggu momentum. Pemantik momentum itu hanya satu: kapan Taiwan berani mengumumkan proklamasi sebagai negara merdeka.
Hanya itu.

Begitu proklamasi itu dinyatakan, Tiongkok tidak punya pilihan lain: menggempurnya. Itu amanat UUD Tiongkok: untuk menyatukan seluruh wilayah negara —termasuk Taiwan.

Sumber: