Arinal Riana
Tahun pertama jadi gubernur, Arinal mengamuk: ada singkong impor masuk Lampung. Dari Vietnam. Ia panggil seluruh pengusaha tapioka di Lampung. Ia beberkan nasib petani singkong. "Saya akan berbuat apa pun untuk membela petani singkong," katanya.
Yang hadir langsung paham: Arinal lagi murka. Di Lampung sudah terkenal: kalau marah, Arinal bisa jadi preman.
Maka tanpa dikeluarkan peraturan, pengusaha menghentikan sendiri impor singkong itu.
Arinal juga mendekati menteri perdagangan: silakan impor singkong diizinkan, tapi jangan boleh masuk pelabuhan Lampung.
Kini Arinal lagi marah soal petani tebu. Semua kebun tebu punya persoalan besar: harus membakar sisa-sisa daun setelah panen raya. Asapnya dianggap mencemari udara.
Arinal punya ide baru: jalan tengah. Pembakaran jangan dilarang. Tapi dikendalikan. Kalau pembakaran dilarang total, sama artinya dengan membunuh petani tebu.
Maka Arinal mengeluarkan aturan: pembakaran bergilir. Sekali bakar hanya boleh 10 hektare. Bergantian. Sampai selesai. Dengan demikian asap yang ke udara hanya dari 10 hektare.
Jalan tengahnya itu masih dianggap salah. Arinal masih menahan amarahnya —tapi terlihat tersimpan kuat di dadanya.
Lalu soal kopi.
Anda sudah tahu: Lampung penghasil kopi terkemuka Indonesia. Sampai-sampai kopi dari Sumsel pun dipasarkan dengan nama kopi Lampung.
Arinal punya ide besar: petani jangan hanya bisa jual biji kopi. Ia ingin petani kopi dididik untuk mengolah sebagian kopi itu menjadi bubuk. Dibelikan pula mesinnya. Disupervisi oleh pengusaha kopi. Petani juga harus bisa memenuhi standar pengolahan yang ditentukan pabrik kopi.
Pabrik rokok Sampoerna adalah pioneer yang sukses mendesentralisasikan produksi rokoknya. Sampai ke unit-unit sangat kecil di desa-desa. Di bawah supervisi Sampoerna.
Arinal juga sedang memikirkan cokelat. Yang perkebunannya juga besar di Lampung. "Petani cokelat kita itu tidak pernah merasakan enaknya makan cokelat," katanya.
Tentu kami juga ngobrol soal jalan tol. Arinal melihat perkembangan Lampung akan luar biasa setelah adanya tol Palembang-Lampung. Yang akan terus ke Jambi, Muara Enim, Lubuk Linggau, sampai Bengkulu.
"Bisa-bisa pelabuhan Lampung akan kewalahan," kata Arinal.
Maka ia berencana bertemu Pelindo, BUMN yang membidangi pelabuhan.
Arinal ingin membangun dry port. Di pinggir jalan tol. "Biarlah Pelindo yang bangun. Kami siapkan lahannya," katanya.
Ia melihat seluruh komoditas dari Lampung dan Sumsel akan lewat pelabuhan Lampung. Yang posisi pelabuhannya memang sangat bagus. Pelabuhan alam. Laut dalam. Di Teluk. Terlindung pulau kecil.
Yang seperti ini tidak dimiliki Sumsel.
Bahkan untuk jangka panjang Arinal melihat perlu dibangun pelabuhan baru. Di lokasi baru. Yang lebih besar. Juga pelabuhan alam. Laut dalam. Di Teluk. Juga terlindung pulau kecil: di Tenggamus.
Bahkan untuk penyeberangan Jawa-Sumatera tidak cukup juga kalau hanya Bakauheni dan Merak. Perlu juga dari Tenggamus ke bagian lain di Banten.
Masih banyak yang kami bicarakan. Hari pun kian malam. Beranda belakang rumah dinas ini kian sejuk. Kalau saja beranda ini lebih maju ke sana, bisa sambil melihat laut di Selat Sunda.
Sumber: