Bunuh Pelacur dari Perspektif Kelas Sosial

Bunuh Pelacur dari Perspektif Kelas Sosial

Disebutkan, itu dimulai di Inggris tahun 1888 oleh pembunuh berantai yang tak terungkap, yang dijuluki Jack the Ripper. Pelaku membunhipara pelacur di kawasan miskin (waktu itu) sekitar distrik Whitechapel, London, Inggris.

Segera setelahnya, pembunuhan berantai terhadap pelacur dilakukan pembunuh Amerika. Seperti halnya di Inggris, warga Amerika juga kurang peduli pada korban.

Terbaru, Long Island Serrial Killer (disebut LISK, disebut juga Gilgo Beach Killer, atau Craigslist Ripper). Adalah pembunuhan berantai yang tak terungkap selama dua dekade di Amerika, sampai dengan September 2010.

Korban pembunuhan LISK antara 10 sampai 16 pelacur selama hampir 20 tahun. Pelaku biasa membuang mayat korban di daerah-daerah di pesisir selatan Long Island.

Polisi Amerika sampai tidak tahu pasti jumlah korban. Karena, pelacur di sana tidak dicari keluarga jika hilang, karena malu. Dengan budaya inilah pelaku menyasar pelacur.

Buku Hickey menyebutkan: Salah satu alasan pembunuh berantai menargetkan pelacur, karena pelaku yakin, polisi (Amerika) tidak akan mencari pelacur yang hilang. Polisi tidak akan susah payah, seperti mencari korban yang lebih terhormat."

Hickey menyatakan, sikap antipati polisi terhadap pelacur, semakin merusak jalur komunikasi. Karena pelacuran adalah ilegal (di sebagian besar negarabagian di Amerika).

Juga, pelacur jauh lebih kecil kemungkinannya dibanding populasi umum, untuk melaporkan viktimisasi diri mereka dan rekan-rekan mereka ke polisi. Karena mereka tahu, polisi tidak menyukai mereka.

Hickey: “Polisi biasanya tidak menyukai pelacur, karena cenderung ada jenis kejahatan lain yang terjadi, ketika ada prostitusi di daerah itu. Jadi, semacam menambah sulit tugas polisi."

Juga, polisi terpengaruh sikap masyarakat yang merendahkan status sosial pelacur. Sehingga, pembunuhnya tidak dicari pun, dianggap tidak ada masalah.

Polisi baru bergerak, jika ada laporan tiga atau empat pelacur hilang dari lokasi kebiasaannya. Pelapor bukan keluarga orang yang hilang, melainkan teman-teman sesama pelacur. "Saat laporan lebih dari tiga orang pelacur hilang, polisi baru bergerak."

Jadi, ketidak-hormatan sosial korban, menjadikan mereka target tindak kekerasan dan pembunuhan. Kasihan, korban akibat kelas sosial yang rendah.

Dikutip dari A&ETV.com, 17 Agustus 2021, bertajuk "Why Are Sex Workers Often a Serial Killer's Victim of Choice?", ada wawancara dengan pembunuh berantai pelacur. Nama pelakunya Robert Hansen. Mengatakan:

"Saya pikir, pelacur itu jahat. Jadi, boleh saja mereka kita perlakukan apa saja."

Di Indonesia, meski pelacuran antara legal dan ilegal, tapi tidak se-ekstrem Amerika. Disebut legal, sebab pelacuran ada, dan pelacurnya bukan pelanggar hukum. Disebut ilegal, sebab beberapa lokalisasi pelacuran digusur, dan pelacur online ditangkap polisi.

Sumber: