Momentum Kapolda Metro Jaya Lawan Preman

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
"Atas perintah Kapolda Metro Jaya, kami kejar debt collector sampai Pulau Saparua. Negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme. Kami akan tangkap, kami kejar, dan kami tindak tegas setiap aksi-aksi premanisme di DKI Jakarta."
Dilanjut: "Bahwa tidak ada lagi hak eksekutorial bagi debt collector apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, dan debitur menolak menyerahkan kendaraannya. Oleh karenanya, hal tersebut harus melalui penetapan pengadilan, dengan kata lain tidak boleh diambil paksa."
Akhirnya: "Kepada debt collector di kasus ini, kami minta menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya. Atau, kami akan tindak tegas."
Keras. Tegas. Berani. Sikap aparat Polda Metro Jaya, setelah Kapolda-nya memberikan perintah harian kepada jajaran, Fadil: "Lakukan patroli di Jakarta dan sekitarnya secara rutin. Jika ada preman, cepat tangkap. Kagak pake lama."
Nuansa konfrontasi terhadap premanisme, sangat jelas dilancarkan polisi. Bahkan, Fadil menyinggung perusahaan yang menggunakan tenaga debt collector. "Jangan lagi lakukan itu," tegasnya.
Sikap ini bakal menjalar ke wilayah lain di Indonesia. Selama ini, meletup aneka kasus debt collector di berbagai wilayah Indonesia. Penanganan beda-beda. Belum seragam.
Polda Metro Jaya bakal jadi rujukan wilayah lain dalam menangani debt collector. Tegas dan keras.
Pertanyaannya, apakah ini tidak menimbulkan kemacetan utang pada lembaga keuangan non bank? Karena, bank sekarang sudah tidak lagi menggunakan jasa debt collector. Penyebabnya, itu tadi, selalu bermasalah hukum pidana. Sedangkan utang-piutang diatur dalam KUHPerdata. Bukan pidana.
Inti masalah ini bersumber pada kelemahan analis kredit. Pegawai bank dan lembaga keuangan non bank bagian analisis calon debitur, lemah. Atau sengaja lemah. Bertujuan menyalurkan dana kredit.
Sebab, bank dan lembaga keuangan non bank mengalami over likuid, atau kelebihan dana pihak ke tiga. Dana pihak ke tiga (DP3) adalah dana yang dihimpun oleh lembaga keuangan dari masyarakat.
DP3 ada tiga jenis: Simpanan giro (deman deposit). Simpanan tabungan (saving deposit). Simpanan deposito (time deposit).
Kalau DP3 kebanyakan, sedangkan pihak bank wajib dan rutin memberikan bunga kepada penabung, maka bank harus cepat menyalurkannya dalam bentuk kredit. Sehingga terjadilah agresivitas kredit. Marketing lembaga keuangan jadi gencar mendesak orang agar berutang. Orang yang nggak niat utang, ditawari, atau dirayu, agar berutang.
Ya… Orang konsumtif, atau gemar utang, pasti menerima desakan itu. Senang. Terima uang. Akibatnya, utang macet. Jalan keluarnya debt collector. Akhirnya jadi problem hukum. Yang oleh Polda Metro Jaya, kini disebut preman. (*)
Sumber: