Ultah Dewa

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Saya pun memperhatikan altar itu. Sudah banyak dewa berjajar di situ. Rupanya sudah banyak delegasi dari kelenteng lain yang lebih dulu menyerahkan dewa ke tuan rumah.
Setelah kami pun masih akan banyak dewa-dewa lain yang berdatangan.
Pagi ini dewa-dewa itu akan diarak keliling jalan-jalan di pecinan Semarang. Untuk pawai ta'aruf. Memperingati ulang tahun kelahiran salah satu dewa unggulan di Ling Hok Bio.
Di sepanjang jalan dekat Ling Hok Bio terlihat berjajar ''paddock'' para dewa. Di ''paddock'' masing-masing terdapat tandu. Sedang dihias dengan bunga. Semua sibuk menghias tandu. Satu kelenteng, satu tandu.
Di tandu itulah, Minggu pagi ini, dewa diletakkan. Untuk dipikul, dibawa berpawai ta'aruf para dewa.
Saya sudah beberapa kali ikut arak-arakan dewa seperti itu. Di Bogor saja dua kali. Juga di Singkawang.
Yang di Semarang ini adalah untuk merayakan hari lahir salah satu dewa di kelenteng Ling Hok Bio. Di antara lebih 70 kelenteng itu saya lihat ada klenteng Slawi (Tegal), Bandung, Tangerang, Krian, Jalan Demak Surabaya. Dan banyak lagi.
Tidak semua kelenteng kirim dewa ke acara ini. Kelenteng tua tahun 1771 tadi termasuk yang tidak ikut mengirimkan dewa. Padahal kelenteng ini punya lebih dari 40 dewa. Altarnya saja 29. Tiap dewa ditempatkan di satu altar tersendiri.
Banyaknya altar itu membuat kelenteng ini ramai. Punya banyak dewa. Dewa apa saja ada. Maka yang datang untuk minta sesuatu ke dewa tanah bisa dilayani. Yang minta keadilan bisa datang ke dewa Hakim Bao. Lalu ada dewa Kwan Im. Bahkan di sini ada dewa Cheng Ho –rupanya Cheng Ho sudah didewakan. Masih ada lagi Buddha. Dewa laut. Dewa penolakan bencana. Dewa kepintaran. Dan banyak lagi.
Salah satu patung di kelenteng itu adalah patung suhu sedang memancing. "Beliau memancing tanpa kail. Beliau menunggu sampai ada ikan yang dengan sukarela datang memakan benang pancing itu," ujar penjaga kelenteng di situ.
Kirab dewa di Semarang ini adalah acara kedua saya yang terkait dengan kelenteng. Di bulan ini.
Pekan lalu saya diundang ke Munas kelenteng yang tergabung di Tri Dharma. Di Jakarta International Expo di Kemayoran.
Saya, yang muslim ini, diminta membuka Munas itu.
Saya memang lagi berharap agar Tri Dharma segera mendapat ketua umum yang baru. Lalu terjadi kerukunan lagi seperti di zaman ketua umum Ongko Prawiro yang meninggal dunia.
Saya diminta memukul gong. Sebelum membuka Munas itu saya undang lebih 15 tokoh kelenteng untuk ikut naik panggung. Lalu semua saja secara giliran menabuh gong pembukaan. Termasuk tokoh kelenteng dari Riau. Ibu Maria. Pengusaha besar sawit di pulau Rupat. Dia sendiri saja sudah membawa 200 mandat dari 200 kelenteng di seluruh Riau.
Sumber: