Teddy Sambo

Teddy Sambo

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Teddy di sini menggunakan logikanya sendiri: perintah itu, katanya, semacam satire. Perintahnya mengganti, maksudnya jangan mengganti.

Memang ada beberapa kata yang bermakna SEBALIKNYA. Tapi itu tergantung dari konteks dan nada bicara. Kata "pergi sana!" dari seorang yang marah bisa saja diartikan sebagai ''jangan pergi''.

Tapi konteks seperti itu sulit ditemukan. Pun ahli bahasa yang dihadirkan ke pengadilan. Sebagai saksi ahli.

Perintah penggantian barang bukti dengan tawas itu tidak menimbulkan banyak tafsir. Tidak ambigu. Tapi Teddy ngotot bahwa perintah tersebut bermakna sebaliknya.

Hakimlah nanti yang memutuskan.

Dari Sambo melahirkan perubahan besar: tidak ada lagi lembaga nonstruktural. Dari Teddy Minahasa kita bisa tahu bahwa sabu bisa diganti tawas. Polri juga mempraktikkan penjebakan dalam menangkap tersangka. Kita juga tahu bahwa perjuangan untuk naik pangkat dan jabatan ternyata begitu berisikonya.

Demikian juga beda antara pedagang sabu informan sabu ternyata begitu tipisnya. Seperti peran yang dimainkan Linda, alias Anita Cepu. Demikian juga sabu sebagai benda yang harus dilenyapkan dan sabu sebagai sumber bonus dan biaya operasional begitu berimpitan.

Yang masyarakat merasakan langsung perubahan di Polri itu adalah di jalan raya: tidak ada lagi tilang. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 6 Maret 2023: Bima Jalesveva

Leong Putu

Wkwkwk….saya fans MU cuma saat lawan Liperpool saja. Kalau ada City vs Liperpool, saya fansnya City….

Mirza Mirwan

Maka tibalah hari itu. Setelah Drona tewas di hari ke-15, di hari ke-16 Korawa mengangkat Karna sebagai panglima. Sementara panglima dari pihak Pandawa adalah Arjuna. Maju ke medan perang di Padang Kurusetra, Karna naik kereta perang dengan sais sang mertua, Prabu Salya. Sementara Krisna menjadi sais kereta perang Arjuna. Di tengah Padang Kurusetra, dalam jarak puluhan langkah, kedua kereta berhenti. Arjuna dan Karna turun dari kereta dan melangkah maju. "Kanda," kata Arjuna. "Saya membawa pesan ibunda untuk mengajak Kanda bergabung dengan Pandawa." "Dinda. Mungkin benar bahwa Bunda Kunti adalah wanita yang melahirkan saya. Tetapi sejak kecil, yang saya tahu, orangtua saya adalah Bapa Adirata dan Biyung Radha. Merekalah yang merawat dan menyayangi saya. Bukan Bunda Kunti. Dan setelah dewasa Droyudana yang memberikan kemuliaan berupa jabatan adipati. Saya menjadi panglima untuk menepati sumpah kesatria saya, meskipun saya tahu Korawa di pihak yang salah." "Tapi Kanda……" "Sudahlah, Dinda. Kita bertemu di medan laga. Bila takdir menghendaki saya yang tewas, Pandawa tetap lima. Tetapi kalau takdir meninta Dinda yang harus gugur, Panda juga masih lima termasuk saya. Mungkin dengan cara itu saya bisa melunasi hutang bakti saya kepada Bunda Kunti." "Tapi Kanda…" "Tidak ada tapi-tapian, Dinda. Marilah segera kita mulai pertempuran ini. Kasihan para prajurit yang tak tahu ujung-pangkal persoalan harus berjatuhan menjadi korban."

omami clan

Wayang sering di artikan secara harfiah sebagai bayang atau bayangan, tetapi secara filosofi bisa juga berarti bayangan kehidupan atau mungkin cerminan kehidupan. Wajar pas waktu mencari siapa yang harus memerankan Sengkuni agak kebingungan karena mungkin terlalu sulit mencari siapa tokoh yang watak dan perbuatannya cerminan dari Sengkuni. Atau mungkin justru terlalu banyak tokoh dan para pembesar kita yang punya pembawaan seperti Sengkuni, sehingga terlalu sulit untuk memilah dan memilihnya. Tapi tokoh seperti Sengkuni itu harus ada, sehingga di carilah dari luar kalangan para tokoh dan pembesar. Toh yang di tunjuk (baca: di korbankan) memang seorang seniman yang memang bisa berperan sesuai dengan skenario sang ketum sutradalang.

Sumber: