Aman SoLeman

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Tentu tidak mudah melakukan case building ini. Juga, jangan-jangan tidak cukup waktu lagi di sisa masa jabatan pemerintahan sekarang ini. Apalagi perkaranya sudah diputus pengadilan sampai tingkat paling arsh: Peninjauan Kembali.
Yang masih cukup waktu adalah melaksanakan putusan rapat yang satunya: yang belum ditangani akan terus ditangani.
Yang mana?
Pak Menko menyebutkan secara umum: yang di Kemenkeu maupun yang di aparat penegak hukum. Tanpa rincian yang mana.
Maka rapat dengar pendapat di Komisi III berikutnya masih akan seru. Harus ada pendalaman soal yang tersisa itu.
Seru tapi tidak akan gaduh lagi. Di sisi pemerintah sudah terkoordinasi. Kecuali ada anggota Komisi III yang balik menyerang Pak Mahfud. Tapi saya perkirakan tidak. Mungkin tidak berani lagi. Mahfud bisa balik menyerang. Ia punya banyak bahan. Ia tidak takut.
Ternyata betul. Ketika saya selesai menulis naskah ini, rapat dengan Komisi III sudah berlangsung. Baru saja. Rapatnya aman-aman saja. Sangat kondusif dan konstruktif.
Memang kalau toh harus menyerang Mahfud, baiknya pakai cara yang lucu-lucu. Seperti yang dilakukan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Pacul. Dari PDI-Perjuangan itu. Ia menyerang tapi sangat menghibur. Ia menganggap Mahfud salah sasaran ketika minta Komisi 3 meloloskan rancangan UU penyitaan aset di perkara TPPU.
Kelucuan itu tidak perlu saya ulang di sini: air mata Anda kan sudah habis berderai-derai waktu menonton videonya. Saya sendiri menonton sampai tiga kali.
Bambang itu santai. Sejak dulu pun begitu. Saya tidak pernah merasa diserang ketika, kala itu, begitu banyak anggota Komisi VII yang… yah… begitulah.
Sejak itu saya sudah tahu kenapa Bambang Wuryanto ini dipanggil Bambang Pacul.
Di sekolahnya dulu, di Jawa Tengah, ada lima murid yang bernama Bambang. Di satu kelas. Untuk membedakan mereka, diberilah nama panggilan yang simpel khas desa.
Kebetulan orang tua Bambang punya sawah luas. Pacul-nya (cangkul) banyak sekali. Tiap selesai dipakai, Pacul itu ditaruh berjajar dengan tampilan yang atraktif. Dari situlah muncul nama julukan Bambang Pacul.
"Tidakkah berisiko bikin lelucon politik yang sensitif seperti itu?" tanya saya kepadanya, lewat WA. "Tidak ditegur atau dimarahi ketua umum? Aman?" tanya saya lagi.
"Aman soLeman Pak MenTeri….," jawabnya.
Sumber: