Lebaran Ipin

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Bupati Ipin pandai sekali manarasikan persoalan rumit. Bicaranya lancar seperti kereta cepat Tiongkok.
"Dari mana belajar pandai berbicara?" tanya saya.
"Lho saya dulu kan penjual panci," jawabnya spontan.
Ipin memang matang ditempa oleh keadaan: ayahnya meninggal ketika umur Ipin baru 16 tahun. Masih di SMAN 6 Surabaya. Ia anak pertama dari tiga bersaudara. Ia langsung harus mengambil alih usaha orang tua: jualan panci. Direct selling.
Setelah usaha tertata, Ipin kuliah. Tapi pikirannya terus di panci. Ia bahkan bikin pabrik panci di Trenggalek, kampung asal bapaknya.
Dalam berdagang panci, ia punya prinsip yang beda sekali: tidak mau pasang iklan. Juga tidak mau jualan online. Dasar pikirannya: agar tidak cepat ditiru pabrikan besar, terutama Tiongkok. Itulah kiatnya bertahan dari serbuan barang Tiongkok.
Merek pancinya: Tin. Diambil dari nama ibunya. Kuat. "Saking kuatnya banyak yang dipakai mengeduk pasir," kelakarnya. Ia tidak peduli pancinya dipakai apa saja. Yang penting terjual.
"Di LHKPN, saya terlihat punya banyak sekali mobil. Tapi kalau dilihat secara detail tidak ada yang bermerek," guraunya. Itulah mobil-mobil pikap sebagai armada direct selling panci.
Kok tertarik politik?
“Orang tua saya PKB. Tapi saya tidak pernah didukung PKB," katanya pahit. Ia ingat, waktu kecil, diajak bapaknya ke kantor NU Surabaya. Sang ayah, saat itu, lagi berjuang menjadi ketua PCNU Surabaya.
Sukses punya pabrik panci, Ipin menjadi anak muda yang menonjol di Trenggalek. Maka ketika Emil Dardak maju sebagai calon bupati Trenggalek, Ipin digandeng sebagai cawabup.
Waktu itu umurnya baru dua bulan genap 25 tahun. "Kalau saja penutupan pendaftaran cagub itu bulan Maret, saya tidak memenuhi syarat. Untungnya bulan Mei. Saya baru berumur 25 tahun di bulan April," katanya.
Menjelang mendaftar sebagai cawabup itu Ipin ke Surabaya. Menemui ibunya. Minta restu. Sang ibu memberi restu.
Lega.
Setelah itu sang ibu ingat ada surat yang sudah beberapa hari dia taruh di meja. Dia ambil surat itu. Dia serahkan ke Ipin. Dari Universitas Airlangga. Isinya pemberitahuan: Ipin di-DO.
Sumber: