Saat itu, Pesantren JeHa memutuskan kegiatan ngaji tidak libur. Masalahnya gang Putat Jaya IV B sudah diblokade preman.
Santri-santri tertahan di depan gang. Karena mereka bukan ancaman, asntri cilik akhirnya diperbolehkan masuk. Sementara ustaz dan ustazah diperlakukan berbeda.
Mereka tidak boleh masuk. Kursi yang dibuat untuk memblokade gang didorong-dorong untuk menghalangi mereka.
Untungnya Nasih sudah berada di pesantren. Dalam situasi panas, ia sengaja duduk santai di badukan pesantren. Ia melihat para preman sudah mulai kelabakan.
Namun mereka masih sempat memberikan intimidasi verbal kepada Nasih. Begitu melintas didepan pesantren, mereka berteriak-teriak. “Ada yang teriak jagaaa…! Yang lain nyaut siaaap…! Itu di depan saya,” katanya.
Nasih hanya tersenyum kecil. Tak menghiraukan mereka yang semakin tersudut itu. Ia tetap duduk di depan pesantren sambil melihat petugas yang mulai melintas di jalan utama. Meski pintu gang sudah diblokade, petugas bisa dengan mudah membongkarnya.
Polisi tak mungkin menangkap Nasih. Tampangnya jauh berbeda dengan warga yang pro penutupan. Ia memakai peci dan busana muslim. Aparat langsung tahu bahwa ia adalah ustaz. Apalagi Nasih berada di depan pesantren.
Aparat menyerukan agar semua warga yang tidak berkepentingan masuk ke rumah. Siapa saja yang beratribut pro prostitusi akan ditangkap. Begitu pula dengan yang berani berkeliaran. Maka, suasana gang sepi dalam sekejap.
Sebanyak 24 orang berhasil diamankan di Kawasan Jarak-Dolly. Sementara itu Tim Pikachu Satpol PP membersihkan spanduk-spanduk yang dipasang FPL di depan wisma. Jaringan sirene yang menjadi alat pertahanan mereka juga dirampas.
Komandan FPL Pokemon berhasil diamankan. Keningnya sudah mengucurkan darah karena sempat dihajar petugas.
Setelah Koordinator Bintang Merah itu diamankan, aparat ditarik mundur. Mereka khawatir terjadi aksi saling lempar di dalam gang. Warga yang tidak pro lokalisasi bisa jadi korban. Sudah banyak kaca rumah yang pecah.
Aktivis yang tertangkap digiring ke kantor Kelurahan Putat Jaya, lalu diangkut ke Mapolrestabes Surabaya.
Polisi juga menyita barang bukti berupa ban yang telah dibakar, plang pemkot sudah dirusak, batu, pecahan kaca, sirene, telepon genggam milik aktivis, senjata tajam, dan bom molotov.
Aktivis pro lokalisasi memang sudah menyiapkan diri untuk bentrokan sejak lama. Untungnya senjata tajam dan molotov itu tidak sampai melukai petugas. Semua berhasil diamankan sebelum dipakai.
Nasih yang melihat eksekusi itu merasa doanya dan para santri diijabah. Lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu akhirnya tumbang juga. (Doan Widhiandono-Salman Muhiddin)
Satu Per Satu Wisma Dijual, baca besok…(*)