AMEG - Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya (UB), Maulina Pia Wulandari, Ph.D mengatakan: dibutuhkan analisis risk & safety yang komprehensif untuk memetakan semua kemungkinan resiko yang timbul dari kebijakan. Serta skenario upaya pencegahan dan penanggulangan saat terjadi accident dalam kegiatan pekuliahan luring.
"Sebaiknya kampus jangan hanya pusing memikir berapa prosentasi komposisi kuliah daring dan kuliah luring, tapi harus berfokus pada persoalan resiko dan keselamatan nyawa semua civitas akademi di kampus," tegas Pia Maulina Wulandari.
Seperti diketahui, sebagian besar kampus di Indonesia akan melaksanakan kuliah secara luring pada perkuliahan semester ganjil tahun akademik 2021/2022. Berbagai kampus telah merumuskan beberapa strategi pembelajaran luring yang sesuai dengan kebijakan masing-masing kampus.
Namun demikian masih banyak kekhawatiran dan penolakan atas kebijakan perkuliahan tatap muka yang akan segera dilaksanakan semester depan.
"Dibutuhkan sebuah analisis yang komprehensif, lalu melaksanakan, simulasi atau drill, dan evaluasi dari simulasi untuk memastikan bahwa kebijakan yg diterapkan sdh aman dengan resiko harus mendekati zero percent accident," terang perempuan alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.
Kampus memiliki kewajiban menyampaikan strategi dalam manajemen resiko dan keselamatan kepada semua pihak yaitu dosen, staf, mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan masyarakat yg berada di wilayah kampus.
Semua pihak berhak tahu bagaimana kampus mengatasi resiko, menangangi masalah jika terjadi accident atau case positive Covid 19, sampai dengan jaminan kesehatan dan keselamatan kepada civitas akademi jika terdampak virus Covid 19.
Kampus wajib memberikan rasa aman dan nyaman kepada semua pihak karena ini terkait dengan nyawa seseorang. Informasi ttg penerapan protokol kesehatan itu hanya informasi standart bukan informasi yang menujukkan bagaimana kampus mengelola resiko dan keselamatan di masa Covid.
Kampus harus juga bisa menyampaikan informasi bagaimana cara pencegahan selain 5 M seperti reguler swab atau rapid test bagi staf, dosen, dan mahasiswa, mekanisme pencegahan kerumunan/keramaian di kampus, proses evakuasi jika ada civitas akademi yang terkena virus atau sakit di kampus, proses protokol di cafetaria, dan sebagainya.
Hal ini perlu dilakukan karena mengkontrol ketertiban dan kedisiplinan civitas akademi di kampus itu sangat sulit. Tidak ada mahasiswa saja masih banyak staf dan dosen yang gak patuh sama protokol kesehatan.
Banyak dosen dan staf yang terpapar virus...apalagi kalau sedang ada mahasiswanya ...tidak akan membayangkan gelombang tsunami kasus Covid-19 saya yakin dengan sangat cepat terjadi dari kluster kampus.
Mahasiswa pun juga sulit dikontrol akan kepatuhan dan kedisiplinannya. Lebih mudah mengkontrol siswa SD - SMA dibandingkan mahasiswa karena mereka makhluk dewasa yang baru lepas dari institusi yang penuh dengan aturan. Apalagi kalau yang kuliah semester 1 dan semester 3...mereka adalah generasi yang lagi senang-senangnya ingin hidup bebas.
Di dalam kelas sih mudah kita kontrol, tapi kalau sudah diluar kelas sulit sekali untuk mengkontrol kegiatan mahasiswa. Berbeda dengan siswa SD-SMA yang masih tinggal dengan orang tua akan lebih mudah dikontrol aktivitasnya.
Kampus jangan buru-buru untuk mengadakan kelas luring. Buatlah simulasi untuk mencoba berbagai strategi dan mengetahui strategi mana yang paling aman untuk semua pihak. Simulasi itu juga harus dievaluasi agar kita bisa memperbaiki strategi mana yang masih kurang aman.
Saya menyarakan agar mahasiswa lokal saja yang mengikuti kuliah luring. Mobilisasi mahasiswa dari luar kota kampus sangat tidak disarankan untuk meredam angka penyebaran virus.