Upaya yang dilakukan adalah dengan menata sistem komunikasi keuangan terintegrasi, yakni integrasi antara pendekatan akuntansi dan pendekatan humas.
Komunikasi finansial mestinya bukan hanya fokus pada aspek akuntansi, tetapi, juga melibatkan prinsip-prinsip kehumasan, yakni membangun pemahaman bersama (mutual understanding) dan relasi publik.
Pemahaman bersama dan relasi publik akan mudah dicapai karena pendekatan kehumasan menstimuli prinsip-prinsiptransparansi menjadi fondasi komunikasi keuangan, yakni akurat, berkala, berimbang, lengkap, aksesibilitas, dan ketat hadir dalam komunikasi finansial.
Sebagai bagian informasi publik menurut UU no 14/2008, komunikasi finansial harus disampaikan berkala, tidak menungggu munculnya tuntutan publik. Disajikan dengan lengkap dan detail pemasukan dan peruntukkannya.
Publik tidak cukup hanya mendapat informasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) hasil audit BPK. Komunikasi finansial harus membuka ruang-ruang aksesibilitas yang tinggi.
Prinsip desentralisasi finansial bisa diterapkan dalam konteks desentralisasi informasi kepada daerah untuk memudahkan akses publik. Karena kita berada dalam era digital, aksesibilitas ini bisa diperluas dengan menggunakan website, media online, dan media sosial resmi pemerintah pusat dan daerah.
Komunikasi keuangan di berbagai media tersebut harus mengintegrasikan pendekatan akuntansi dan kehumasan sehingga bersifat transparan, akuntabel, dan interaktif. Inilah yang disebut dialogisasi komunikasi keuangan.
Komunikasi dialogis mampu membuat aksesibilitas komunikasi dijangkau banyak orang dan mampu mengadopsi prinsip-prinsip komunikasi interpersonal tatap muka yang interaktif dan partisipatif.
Misalnya, publik bisa menyampaikan keluhan dan saran. Publik merasa “diuwongke” dan menjadi bagian dari proses komunikasi, bukan sebagai sasaran.
Penataan kembali manajemen komunikasi dengan menggunakan website ini sangat mendesak dilakukan. Meski riset menunjukkan adanya peningkatan penggunaan e-governments (pada 2018, hanya lima dari 548 pemerintah daerah yang tidak mempunyai website), namun terdapat 60 website yang tidak bisa diakses.
"Kemudian, riset yang lain memotret bahwa transparansi komunikasi finansial lewat internet masih rendah dan hanya 47% pemerintah daerah di Jawa Timur menyediakan komunikasi finansial di website."
"Semoga ke depan akan lebih baik lagi seiring dengan diterbitkannya Inpres no 7/2015 tentang Pemberantasan Korupsi yang mewajibkan pemerintah daerah mempublikasikan laporan finansial di website."
"Prinsip desentralisasi komunikasi ini perlu diterapkan Kementerian Agama terkait dana haji, selain di Kanwil Kemenag juga bekerja sama dengan Pemda," tuturnya.
Terkait dengan polemik, memang komunikasi bukan panasea, yakni yang bisa menjamin tidak ada pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah.
Tetapi, dengan komunikasi finansial terintegrasi yang menghasilkan komunikasi dialogis, pemerintah bisa mengurangi terbangunnya opini negatif massa mengambang.
"Public trust dan relasi publik lebih mudah dibangun. Opini negatif dari oposisi pemerintah masih tetap ada. Isu terkait agama masih tetap seksi dan mempunyai basis pendukung setia, namun, perputaran opini yang dibangun tidak terlalu cepat, tidak meluas, dan cepat hilang," pungkasnya. (*)