Drama anak kuliahan yang sangat realistis. Ada hubungan yang toksik. Ada cowok ’’buaya’’. Juga ada teman suportif yang nasihatnya tidak diindahkan. Han So-hee mewakili kenaifan kita ketika menghadapi pria-pria tampan yang bersenjatakan sikap simpatik. Yang dengan rela membuka hati sembari bersiap-siap untuk disakiti…
***
AMEG -’’GUE enggak suka cowok perokok. Tapi kalau ganteng, bisa lah dibicarakan.’’
’’Gue paling anti sama cowok tatoan. Tapi kalau Jungkook pengecualian.’’
Pernah dengar kalimat-kalimat seperti itu? Ya. Itu merupakan sindiran betapa alam bawah sadar kita (para perempuan) ternyata sangat diskriminatif. Bukan terhadap suku, ras, ataupun agama. Tetapi pada penampilan fisik.
Katanya, dalam menjalin hubungan, look nomor sekian. Tapi berapa banyak cewek yang terpikat kegantengan, sampai mengabaikan sifat-sifat cowok yang lain? Berapa banyak perempuan yang terjebak pada hubungan toksik. Hanya karena tidak rela putus dari pacar yang supertampan?
Tanpa disadari (dan harus diakui), cewek lemah dan permisif kepada cowok-cowok berpenampilan fisik menarik. Berbadan tegap, berpakaian rapi, wangi, dan berwajah ganteng. Apalagi kalau sikapnya ramah, sopan, dan simpatik. Wuih, rasanya rela memberikan apa saja untuk bisa berpacaran dengan cowok seperti itu.
Padahal, ciri-ciri cowok sempurna seperti itu—biasanya—hanya melekat kepada ’’buaya’’…
Itulah yang dialami Yoo Na-bi (diperankan Han So-hee) dalam Nevertheless. Mahasiswa jurusan seni pahat Universitas Hongseo. Dia baru saja putus dengan sang kekasih. Yang merupakan dosen dan pematung terkenal. Yang—karena jauh lebih tua—mampu mengontrol dan memanipulasi Na-bi dalam berbagai hal. Termasuk untuk menyerahkan keperawanan.
Puncaknya, si pacar menjadikan tubuh telanjang Na-bi sebagai model karya terbarunya. Yang dipamerkan secara luas. Tanpa persetujuan Na-bi. Hati Na-bi hancur. Terutama karena si pacar pernah marah hanya karena dia mengganti warna kuku tanpa minta izin. ’’Sedangkan untuk menggunakan tubuhku kamu tidak minta izinku dulu,’’ ketus Na-bi.
Hari itu juga, dia melepaskan diri dari sebuah hubungan yang sangat beracun. Untuk kemudian jatuh ke pelukan jenis cowok yang tak kalah mengerikan: ’’buaya’’. Masalahnya, cowok buaya ini dikemas dalam bentuk Park Jae-eon (Song Kang). Yang… ah sudahlah…
Mengabaikan Insting
Sejak kali pertama berkenalan di sebuah pub, Jae-eon sudah memperlihatkan tanda-tanda sebagai cowok perayu. Bahasa gaulnya f*ckboy. Ia melancarkan kalimat-kalimat rayuan maut. Yang niscaya membuat perempuan mana pun terhanyut.
’’Aku membatalkan kencan butaku demi kamu,’’ katanya hangat. Disertai tatapan mata sayu yang mendamba. ’’Aku suka kupu-kupu,’’ lanjutnya, ketika mengetahui nama Na-bi. Dalam bahasa Korea, nabi memang berarti kupu-kupu.
Jae-eon juga sangat ramah (rajin menjamah). Meskipun ia mengemasnya dengan sangat sopan. Dengan lembut, ia memegang tangan Na-bi, dan memeluk pundaknya, untuk mengajari dia bermain darts. Ia mengusap rambut Na-bi. Juga menggambar kupu-kupu di lengan dia. Ia lantas mengajak Na-bi keluar dari pub. Lalu mencoba menciumnya. Na-bi kabur ke toilet.
Ketika keluar dari toilet, dia mendengar Jae-eon sedang menelepon. Jelas sekali ia berbicara kepada seorang cewek. Ada kata-kata ’’Selamat tidur”, ’’Aku juga kangen kamu,’’ yang diucapkan dengan sangat lembut. Na-bi kecewa. Lantas pergi diam-diam. Namun, dia tak bisa melupakan begitu saja f*ckboy superganteng tersebut.
Keesokan harinya, Na-bi baru tahu, bahwa cowok ’’buaya’’ itu ternyata junior dia di kampus. Mahasiswa transfer dari jurusan lain. Usia mereka sama. Jae-eon kembali mengejar-ngejar Na-bi. Bersama teman-teman kuliah, mereka minum di sebuah warung makan.