AMEG - Gugatan intervensi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terkait sengketa penjualan office building eks gedung Graha Pena Semarang, tidak akan mempengaruhi gugatan yang saat ini disidangkan di PN Semarang.
Pihak penggugat pemilik office building yang dikuasakan pada MS Alhaidary, S.H., M.H, advokat dari Malang, merasa heran atas permohonan gugatan intervensi yang dilayangkan kuasa hukum LPEI ke PN Semarang. Kamis (21/10/2021) lalu.
Dalam materi permohonan gugatan intervensi, pihak LPEI agar dilibatkan dalam persidangkan sengketa office building
lima lantai yang berdiri di atas tanah seluas 2.735 m2 di Jalan Perintis Kemerdekaan, Banyumanik Kota Semarang itu.
LPEI mengaku sebagai pemilik sah tanah dan gedung tersebut yang dibeli dari seorang eksportir sarang burung walet bernama Silvie Soedjarwo Leksosadjojo.
Sebelum dibeli oleh LPEI, gedung tersebut oleh Silvie Soedjarwo Leksosadjojo yang juga pemegang saham PT Jasa Mulya Indonesia, dijadikan jaminan hutang kepada LPEI.
Alhaidary menilai bahwa dasar hukum gugatan intervensi tidak tepat, karena penggugat intervensi membeli agunan atau jaminan hutang atas objek sengketa berdasarkan pasal 12 ayat 1 UU Perbankan juncto pasal 78 ayat 1 PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang juklak lelang.
“Padahal pasal 12 ayat (1) UU Perbankan tidak mengatur masalah lelang dan pasal 78 ayat (1) Permenkeu tidak mengatur Lembaga Pembiayaan (LPEI) berhak membeli agunan,” jelas advokat yang juga mantan wartawan ini.
Munculnya sengketa office building akibat pihak pembeli bernama Ir Muji Leksono, warga Tembalang Kota Semarang tidak bisa memenuhi kewajibannya melunasi sisa pembayaran gedung sebesar Rp 8,5 miliar.
Selain Muji Leksono sebagai tergugat 1, turut tergugat seorang notaris berkedudukan di Surabaya karena dianggap lalai membuat surat kuasa mutlak kepada Muji Leksono yg kemudian digunakan sebagai dasar menguasai dan menjual gedung tersebut kepada pihak lain.
Menurut Alhaidary, surat kuasa mutlak berisi pemindahan hak atas tanah dillarang oleh undang-undang. Karena itu, beralihnya hak atas gedung eks Graha Pena Semarang dari penggugat kepada Muji Leksono tidak sah dan batal demi hukum (null and void).
Oleh karena peralihan hak kepada Muji tidak sah, maka seluruh perbutan hukum, termasuk jual beli yang dilakukan Muji Leksono atas tanah dan gedung itu juga tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sementara beralihnya office building kepada Indonesia Eximbank, berawal pada 2018, Silvie Soedjarwo sebagai salah satu pemegang saham PT Jasa Mulya Indonesia menerima fasilitas kredit modal kerja total sebesar Rp 276 miliar untuk usaha ekspor sarang burung walet.
Guna menjamin pelunasan utang, PT Jasa Mulya Indonesia menyerahkan beberapa bidang tanah dan bangunan sebagai agunan utang. Salah satu jaminan utang adalah office building itu.
Karena PT Jasa Mulya Indonesia tidak bisa memenuhi kewajiban melunasi utang, maka pada akhir Desember 2020 Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia menjual lelang salah satu agunan berupa tanah dan eks gedung Graha Pena Semarang melalu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Semarang. (*)