AMEG - "SAMPEYAN kok teko mane?" Itu sambutan seorang anak kecil lucu, bersih, umur mungkin 2 tahun. Ia berdiri di depan rumah sendirian sambil memegang permen. Tidak terlihat takut ada orang asing, mimiknya tegas dan berani.
Saya sampai bilang pada rombongan, "Kok ada anak kecil berani menyapa langsung,"
Saya waktu itu memang kunjungan dengan staff ke Dusun Berau dalam rangka pembangunan akses jalan. Akhirnya jalan ke Dusun Berau terbuka juga di akhir 2008,kedatangan saya yang ke tiga.
Cerita mulanya, saat saya ngetrail dengan teman-teman. Kami tiba di suatu area yang asing buat saya karena belum pernah tahu area itu. Saya tanya pada teman, "Ini dimana?" Dia jawab bahwa ini Dusun Berau wilayah Batu.
Saya kaget dengan kawasan yang terisolasi begini masih wilayah Kota Batu. Padahal saat itu pakai motor trail melintas di situ saya jatuh, jalan licin, berbatu, sangat kecil sekali akses jalan. Dan di malam hari belum ada penerangan.
Kalau papasan dengan motor, warga yang berjalan sambil bawa rumput minggir untuk saling beri jalan. Di satu sisi jalan ada tebing curam. Saya langsung bilang pada warga setempt kalau besok saya akan datang malam, pingin jagongan dengan semua warga, tolong warga diberitahu semua.
Besoknya saya datang dengan staff lengkap, bawa makanan. Jagongan dalam suasana malam adem, lesehan di salah satu rumah warga. Alhamdulillah warga hadir lengkap sampai anak-anak kecil, tempatnya sampai tidak muat.
Saya pingin warga cerito opo kerjoane, yo opo anak-anak sekolah, pingin opo. Cukup lama dan gayeng jagongan, ternyata warga kalau keluar banyak ke Pujon , Kabupaten Malang untuk jual hasil pertaniannya. Nglencer dengan keluarga setahun sekali saat lebaran ya ke Pujon. Sekolah hanya rata-rata sampai SD.
Hampir sebagian besar warga buruh tani dengan penghasilan rata-rata Rp 10 ribu per hari. Hasil ternak susu sapi yang agak lumayan, namun harga masih sangat rendah.
Hasil jagongan malam yang adem penuh akrab tanpa ada sekat, sarungan, dengan wajah-wajah menanpakkan kerja keras tapi lembut hati, jujur. Dusun yang punya peradaban kuat.
Saya merasa dapat ide, energi positif, memaknai sosial, ilmu management, meskipun saya tidak harus meneteskan airmata saat dialog dengan warga maupun meliat secara langsung warga dengan wajah penuh harapan.
Namun malam itu, saya merasa dapat ilmu yang banyak. Bagaimana program pendidikan bisa gratis, susu gratis untuk anak sekolah, membangun infrastruktur, alon-alon KWB, program pada petani, dan penguatan SDM. Serta dapat ilmu pemerintahan.
Malam yang sangat berkesan saya dapat ilmu sangat luar biasa dari warga memiliki pribadi jujur, guyub, dan berkarakter. Saya pingin sekali punya rumah tinggal bersama warga Berau agar bisa terus sinau dengan petani, ketemu dengan anak bernama Hendra (sampeyan kok teko maneh) yang sekarang sudah remaja. Bisa lihat peternak lebih makmur dan nikmati suasana alam yang jauh dari keramaian.
Dusun Berau tidak jauh dari Balaikota Among Tani (pusat pemerintahan). Kita bisa merasakan kehidupan rakyat yang rendah diri. Dengan jumlah penduduknya sekitar 500 orang, jumlah ternak sapi sekitar 400 ekor. Kalau seandainya Berau jadi pusat edukasi dan industri susu sapi, pasti lebih makmur.
Ah! Sebuah impian yang jauh dari rasa dendam, egois, dan kapitalis. Semoga terwujud impian seperti warga Berau. Aamiin.