Anak autis tidak bisa menyimpan apa yang ingin ia katakan atau yang ingin ia lakukan.
Pembicaraan saya terputus. Ada telepon masuk ke HP-nya. Wajah Ryu berubah menjadi serius. "Lakukan scan. Sekarang juga. Kirim ke HP saya. 15 menit lagi saya telepon balik," katanya. Rupanya ada pasien yang gawat.
Pembicaraan terputus lagi karena istri Butet muncul. Ia menyapa istri saya dalam bahasa daerah Kutai. Mereka pun ngobrol dalam bahasa itu dengan asyiknya. "Istri saya Banjar, tapi rumahnyi dekat ibu kota kabupaten Kutai Kartanegara," ujar saya menjelaskan. Sedang istri Butet asli Kutai.
Ryu tidak hanya terkenal di kalangan medis, khususnya bedah saraf. Namanya juga sering disebut sebagai pemikir ketuhanan –terutama apakah Tuhan benar-benar ada. Sebagai neuro scientist ia mendalami sistem kerja saraf. Kalau ada waktu lagi saya akan bertanya padanya: apakah khusyuk itu gejala agama atau gejala saraf.
Jam pertunjukan pun tiba. Saya harus masuk ruang teater. Dalam gedung ini ternyata jauh lebih bagus daripada luarnya.
Butet muncul pertama memberi pengantar –jalannya cukup tegap meski pakai tongkat. Ia berbohong. Atau bohong sebagian. Pentas Butet dikatakan absen lebih dua tahun karena pandemi. Ia tidak mengatakan absen itu karena ia sakit gawat nan lama.
"Judul lakon ini Tabib Suci. Ada satu huruf yang berbahaya di judul itu. Huruf T. Jangan sampai huruf T itu diucapkan pakai huruf lain. Bisa berurusan dengan penjara," katanya.
Lakon ini dipentaskan dengan durasi 3 jam. Butet ternyata bukan pemeran utama. Ia hanya tampil tiga kali –yang sekali hanya lewat begitu saja. Benar-benar hanya lewat. Itu membuat Marwoto terinspirasi untuk melucu. "Coba lihat, betapa tidak adilnya Butet itu. Perannya hanya lewat begitu saja. Bayarannya paling mahal," kelakar Marwoto.
Pemeran utama teater Gandrik kali ini justru Cak Lontong. Dan Marwoto. Dan Susilo.
Dengan pemeran seperti itu sudah pasti dijamin kaya sekali gerrr –seraya tidak banyak menyisakan bahan renungan yang mendalam.
Teater Gandrik memang tidak bisa dipisahkan dari gelak-tawa, tapi kekayaan dan kedalaman bahan untuk direnungkan kali ini terasa kurang.
Mungkin tunggu Butet benar-benar sehat dulu. (*)
Penulis: DAHLAN ISKAN, Sang Begawan Media.
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul: 1938 2022
Amat Kasela