Tarjo
Pak Dahlan juga lucu… pernah gegap gempita bikin mobil listrik tapi nggak niat punya roadmap bikin industrinya. Padahal kalau "hanya" bikin, tahun 80an mahasiswa ITS Surabaya juga sudah pernah bikin mobil listrik tenaga surya Widya Wahana 1. Sudah mobil listrik, tenaga surya pula. Sudah bisa dikendarai Jakarta-Surabaya tanpa ada masalah (nggak pake nabrak tebing hehehe). Memang charging ya menyesuaikan teknologi battery di jaman itu. Jadi kalau pengusaha tidak bergerak bikin industrinya ya kita akan terus jadi penonton
Liam
waktu emas 600-ribuan, saya pernah komen di Disway, belilah emas kalo punya sisihan. Analisa saya sederhana saja, karena ekonomi Asia yang moncer, orang Asia punya budaya perhiasan emas. Tiongkok, India digabung 2 milyar lebih orang, belum Indonesia, pakistan, thailand, vietnam, yang di bawah 50jt tak saya sebut. Coba bayangkan saja, yang kawin berapa banyak, antarannya butuh berapa banyak? belum lagi elektronik yang produksinya butuh emas, belum lagi bank sentralnya yang banyak dana pasti mau simpan emas. Bang Aat bujang kenamaan Disway bisa makin pening sepertinya. Kebangkitan ekonomi Afrika semakin dekat. Ini sebenarnya peluang, buat yang nekad, misal kalo berani borong batik pekalongan, bawa ke Afrika Selatan, Nigeria, dan emerging Africa market lainnya. Jemput bola. Orang Tiongkok sudah banyak di sana wara -wiri. Minyak goreng bakal semakin mahal, ramal saya, juga emas. Semakin populasi dunia ekonomi membaik, semakin banyak kebutuhannya. Jika dulu kita goreng ayam sepotong untuk sekeluarga. Sekarang sudah biasa beli seekor full, sorenya pisang goreng, belum lagi ada anak yang gemar sosis goreng. Jaman saya kecil, ayam goreng itu makanan hari besar. Yang rutin ikan asin goreng. Yang jelantahnya tahan lama. Harga minyak goreng yang naik di rimbah sawit , tidak bisa dikendalikan karena pemerintah fokus kebijakan ekonominya mungkin menganut teori yang menyesuaikan harga pasar. Kalau untuk bahan komoditas yang perlu diimpor, saya dukung dan masuk akal. Tapi sawit yang CPO nya full produksi di tanah Indonesia, yang disewakan sementara ke pengusaha sawit. Yang menggerus lahan hijau, dan hutan pencegah banjir. Yang ada efek "biaya tak terduga" untuk masyarakat luas di masa depan dalam bentuk banjir, asap bakaran lahan, ekosistem yang rusak. Harga minyak goreng selayaknya dikontrol oleh pemerintah dengan hitungan spesial pajak ekspor khusus untuk CPO yang di ekspor supaya supply dalam negeri bisa normal dan sesuai harganya dengan penetapan pemerintah. Tenaga ahli banyak ahli professor semua dari universitas ternama, masak tak bisa hitung ? Terakhir, ada artikel online Indonesia ternyata masih Impor minyak goreng, ah normal saja pikir saya kan ada minyak goreng kacang, jagung. Wadalah…!!! ternyataa ada juga minyak goreng CPO impor!!!! Bagus…. bagus…. sinis kakek saya dulu…. Inilah perbuatan yang diandaikan dengan "Jual beras beli tiwul"