Perkara muncul, ketika para pekerja perkebunan kopi dari Jawa itu lalu menjalin kisah asmara dengan penduduk lokal. Begitu si perempuan hamil, pekerja asal Jawa ini kabur.
“Ini sungguh-sungguh terjadi, ketika suatu hari datang ibu-ibu membawa anak bayi minta pertanggungjawaban…. Wah, siapa yang berbuat, siapa pula yang harus bertanggung jawab,” kata Soedomo sambil berderai tawa.
Atas nama kemanusiaan, Kapal Api menanggung mereka semua, mulai dari persalinan sampai pendidikan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya bekerja di perkebunan kopi milik Kapal Api.
“Itulah sejarahnya Kapal Api punya banyak anak. Anak manusia beneran… ha… ha… ha….,” tambah Soedomo.
Pameo lama “banyak anak banyak rezeki”, kiranya tak bisa dipungkiri, pas dengan perkembangan Kapal Api. Buktinya, bisnis kopinya makin berkembang. Saat ini, Kapal Api memiliki 50 kantor cabang dengan jumlah karyawan sekitar 7.000 orang.
Jumlah kendaraan operasional dan distribusi Kapal Api tak kurang dari 850 unit. Praktis, armada Kapal Api menjadi satu perusahaan logistik terbesar di Tanah Air di bawah naungan PT Fastrata Buana.
Soedomo juga mengembangkan bisnis coffee shop dengan brand Excelso. Ia merintis usaha itu sejak 1992. Hingga tahun 1998, bisnis coffee shop-nya masih merugi. Nah, pasca krisis moneter, usaha itu bangkit pelan-pelan, dan kini sudah berkembang menjadi 150 gerai di seluruh Indonesia.
Mirip teori Rockefeller, maka Soedomo pun menggarap pengembangan pasar, untuk meningkatkan omzet bisnisnya. “Sampai sekarang, kami masih terus mengedukasi dan mensosialisaikan budaya ngopi kepada masyarakat, utamanya lapisan generasi muda. Makin besar jumlah peminum kopi, makin besar peluang bisnis kopi,” ujar Soedomo berteori.
Takut Hilang Suami
Lumayan panjang daftar ekspansi usaha Soedomo. Selain yang sudah tersebut di atas, masih ada PT. Santos Premium Krimer, produsen produk berorientasi krim. PT. Sulotco Jaya Abadi merupakan produsen kopi Arabica Toraja yang menjunjung tinggi kualitas.
Kemudian, PT Agel Langgeng, salah satu perusahaan permen dan biskuit terbesar di Indonesia yang didirikan Soedomo pada tahun 1991. Terakhir, Soedomo merambah bisnis kecantikan. Lho!!!
Dengar dulu kisahnya. Dengan pembawaan yang jenaka, Soedomo memulai kisah, bagaimana ia akhirnya nyemplung ke bisnis kaum hawa. “Saya melihat peluang itu justru ketika makin banyak wanita Indonesia mengenakan hijab. Karena tidak bisa memperlihatkan keindahan rambut sebagai mahkota, maka fokus para wanita beralih ke wajah,” katanya mengawali cerita.
Maka, berbondong-bondonglah kaum wanita ke rumah kecantikan untuk menghilangkan flek di wajah, menghilangkan komedo, menghilangkan tanda-tanda aging (penuaan), memperbaiki alis, dan sebagainya.
“Jangan lupa, mereka berani bayar mahal lho! Ada yang satu paket perawatan sampai 10 juta bahkan 20 juta rupiah,” katanya.
Melihat peluang itu, Soedomo pun mengambil alih perusahaan kecantikan dengan brand Miracle dan Meliderma. Di Surabaya, kedua klinik kecantikan ini melayani dua kelompok masyarakat. Miracle untuk kelas atas, sedangkan Meliderma menyasar golongan menengah-bawah.
Atas dan menengah-bawah itu bukan sosiografis kelompok usia, melainkan strata ekonomi. “Yang punya kebutuhan perawatan wajah itu adalah wanita usia 30 tahun ke atas. Dan umumnya, usia segitu adalah wanita-wanita mapan, baik wanita karier maupun istri pejabat atau istri pengusaha,” tambah Soedomo.