Periode berikutnya suku Melayu belum juga mau belajar dari kekalahan. Cornelis maju lagi sebagai incumbent. Juga sebagai calon tunggal dari suku Dayak.
Sedang dari suku Melayu, meski tidak lagi empat, masih juga tiga pasang. Tiga-tiganya bukan tokoh nasional: Armyn Aliayang, Morkes Effendy, dan Abang Tambul Husein.
Tiga-tiganya "tewas".
Begitu Cornelis tidak bisa maju lagi, suku Melayu kapok. Bukan sukunya yang kapok, tapi tokoh-tokohnya. Kali itu hanya satu pasangan dari suku Melayu.
Justru dari suku Dayak yang punya dua pasang calon. Salah satunya putri Cornelis yang sedang menjabat Bupati Landak: Karolin Margret Natasa.
Calon dari Dayak satunya lagi: Milton Crosby.
Sedang calon satu-satunya dari suku Melayu: Sutarmidji. Suara dari suku Dayak terbelah. Sutarmiji terpilih jadi gubernur Kalbar. Namanya satu kata itu. Nama istrinya juga satu kata: Lismaryani.
Mungkin saja Sutarmiji terpilih bukan hanya karena satu-satunya calon dari suku Melayu. Bisa jadi Sutarmiji memang disukai. Ia orang Pontianak. Alumnus Universitas Tanjungpura. Sampai S-2. Hukum.
Sutarmiji adalah wali kota Pontianak yang berprestasi. Dua periode. Pontianak berbenah keras selama ia pegang. Pinggir sungai Kapuas ia bikin waterfront. Bukan saja sebelah sini. Juga di seberang sana. Kalau saja lampu di sepanjang waterfront itu dibuat benderang dan berseni, pasti jadi pusat wisata lokal.
Sayang masih redup sekali. Kalah ramai dengan bundaran dekat kampus Untan.
Trotoar sepanjang jalan utama Ahmad Yani juga dibenahi. Dibuat seperti Jalan Thamrin Jakarta: trotoarnya di balik bunga dan pohon pelindung —pejalan kaki terasa terlindungi dari kekejaman lalu-lintas.
Selama Sutarmiji jadi wali kota, banyak dapat hadiah dari pusat. Itu karena laporan keuangan Pemkot Pontianak selalu WTP dan terbaik. Trotoar itu, dan jembatan Kapuas 1b adalah hadiah pusat. Dengan demikian jembatan Kapuas akan menjadi kembar.
Hadiah lain: waterfront sepanjang Kapuas itu. Sekaligus dua sisi —tepukan sana dan sini. Waterfront sepanjang itu yang belum dimiliki oleh Kalsel dan Kaltim. Juga Kalteng dan Kaltara.
Kapan hasil Pilgub Kalbar tidak lagi berdasar latar belakang suku?
Yang ada di meja makan itu semua sependapat: masih lama.
Bagaimana kalau satu lawan satu? Itu yang belum pernah dicoba. (*)