Di sidang itu Putri diombang-ambingkan pertanyaan-pertanyaan yang menguji logika. Dari jawaban-jawaban Putri, kelihatan dia terjebak menuju kondisi sesungguhnya di lapangan saat kejadian. Juga terjebak soal topik perkosaan.
Uniknya, di sidang tersebut pada bagian tertentu, hakim menyatakan, sidang tertutup untuk umum. Sidang tertutup berlangsung sekitar setengah jam.
Menurut hakim, sidang di segmen tertentu itu dinyatakan tertutup, sebab terkait kejadian Putri di dalam kamar di rumah Magelang. Materinya asusila, atau terkait seks. Dan, hasil sidang tidak diungkap ke publik.
Jadi, ada yang kontradiktif. Di satu sisi, berdasar pertanyaan-pertanyaan hakim dan jawaban-jawaban Putri, bisa disimpulkan, tidak ada perkosaan. Terbukti, Yosua dimakamkan secara kehormatan Polri.
Di sisi lain, sidang ditutup karena terkait seks. Sidang boleh tertutup jika terkait seks atau terkait anak-anak, sesuai Pasal 153 ayat 3 KUHAP.
Maka, topik perkosaan Yosua terhadap Putri jadi membingungkan. Antara ada dan tiada. Bersifat ambigu. Padahal, jantung perkara ini adalah: Perkosaan.
Kalau jantung perkara bersifat ambigu, bagaimana hasil sidang bisa mencapai keadilan?
Di sisi lain, pembunuhan pasti ada motif. Mutlak. Karena para pelaku bukan orang gila yang membunuh tanpa motif. Meskipun, motif tidak berpengaruh terhadap pokok perkara atau kualitas sanksi pidana terhadap pelaku.
Seumpama, tidak ada perkosaan, lantas motif pembunuhan Yosua apa? Ini jadi faktor sulit peradilan. Rumitnya kasus ini sudah sejak awal sampai sekarang. (*)