Peraturan itu diadopsi pula oleh negara-negara Eropa, termasuk juga Australia. Meskipun, pastinya pernah terjadi kecelakaan.
Dikutip dari koran Sydney Morning Herald, Selasa 19 February 2019, bertajuk, "Police advised not to charge man over home invader's death", mengisahkan kecelakaan penerapan Castle Doctrine.
Dikisahkan, Minggu, 17 Februari 2019 pagi. di rumah keluarga Johan Schwartz (akuntan) di kawasan kebun Harrington Park, pinggiran Kota Sydney, Australia, terjadi kecelakaan.
Binaragawan juara nasional Australia, Bradley Soper (35) pagi itu berjalan mengendap-endap, tanpa alas kaki, dari arah kebun, meloncat masuk pagar halaman rumah Schwartz. Pagar itu cuma setinggi lutut orang dewasa. Lalu, Soper masuk rumah.
Mendadak, Soper ditembak penghuni rumah. Kena. Soper tumbang. Tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Kejadian itu mengherankan publik. Bradley Soper bukan orang miskin, bukan penjahat. Setidaknya, tidak punya jejak kejahatan. Ia juara nasional. Ia cuma sedang patah hati, putus cinta dari pacarnya. Mungkin, itu penyebab ia tidak rasional.
Alhasil, tidak ada tuntutan hukum pada penembak. Publik pun mendukung tindakan penembak. Kejadian itu dianggap kecelakaan. Selesai.
Di masyarakat Indonesia yang gotong-royong, tidak mungkin diterapkan aturan seperti itu. Castle Doctrine budaya Barat.
Sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies dalam bukunya bertajuk, "Gemeinschaft und Gesellschaft" (1887) Diterjemahkan dalam Bahasa Inggris: "Community and Society", membedakan bentuk masyarakat dalam dua golongan itu.
Gemeinschaft dalam bahasa Inggris disebut communal society. Dalam bahasa Indonesia disebut: Paguyuban. Individu cenderung membentuk komunitas sosial. Guyub.
Gesellschaft dalam bahasa Inggris disebut associational society. Dalam bahasa Indonesia disebut: Patembayan. Masyarakat beranggapan, kebutuhan individu prioritas penting daripada asosiasi sosial. Individual.
Masyarakat Indonesia di desa, berbentuk Gemeinschaft. Di kota bentuk Gesellschaft.
Warga kita di desa, biasa nyelonong masuk rumah tetangga, sekadar minta satu-dua batang cabe. Buat bahan sambal. Penghuni rumah yang dimasuki malah tersenyum lebar: "Sumonggo…"
Model minta (nempil) cabe itu, adanya di pedesaan Indonesia. Dulu sampai sekarang. Di perkotaan, rumah-rumah berpagar besi tinggi. Menghindari pengamen atau peminta sumbangan.
Maling laptop di Bogor itu memanfaat transisi sosiologis masyarakat, dari Gemeinschaft ke Gesellschaft. Bukti, rumah Bogor yang dimasuki maling, tidak dikunci. Seperti halnya rumah-rumah warga desa. (*)