Dr. Phillip J. Resnick dalam bukunya bertajuk: “Child murder by parents: A psychiatric review of filicide” (1969) menyebut pembunuhan dalam keluarga sebagai filicide. Bisa dilakukan ayah atau ibu terhadap anak, atau sebaliknya.
Dr Resnick adalah pakar Forensic Psychiatry dari University Hospitals Cleveland Medical Center, Ohio, Amerika Serikat. Pada tulisannya terbaru (2012) rasio filicide dibanding pembunuhan umum di AS adalah 8 banding 100.000 kasus. Bandingkan pula di Kanada pada kurun yang sama, 2,9 banding 100.000 kasus. Indonesia belum ada datanya.
Artinya, filicide tergolong kasus jarang.
Di bukunya, Resnick menyajikan teori, filicide terbagi dalam enam jenis, sebagai berikut:
1) Filicide altruistik. Dilakukan karena cinta pembunuh terhadap anggota keluarga yang dibunuh. Pelakunya bisa ayah atau ibu terhadap anak. Pelaku menyayangi anak-anaknya. Tapi, karena kehidupan ekonomi keluarga kesulitan, yang bisa menyebabkan anak-anak terlantar, maka lebih baik dibunuh.
Jika itu dilakukan ibu, kebanyakan ibu bunuhdiri setelah membunuh anak. Lalu, ada surat wasiat yang ditulis ibu: “Kuburkan kami dalam satu makam. Kami saling memiliki.”
Kasus terkenal di AS adalah Susan Leigh Smith, ibu dua anak laki, Michael, 3, dan Alexander, 14 bulan.. Pada 25 Oktober 1994 Susan mengikat dua anaknyi itu di dalam mobil, lantas mobil dia dorong masuk Danau Carolina Selatan, AS. Dua anak itu langsung tewas.
Setelah penyelidikan polisi yang rumit, polisi menemukan bukti bahwa Ny Smith pembunuhnya. Akhirnya, Ny Smith mengakui, dia sebenarnya akan ikut bunuhdiri bersama dua anak itu, karena ayah dua anak itu kabur. Tapi di detik-detik terakhir, Susan berubah pikiran. Dia dihukum seumur hidup, dengan kemungkinan bebas bersyarat setelah menjalani 30 tahun masa hukuman (jatuh tempo tahun depan).
2) Filicide untuk mencegah penderitaan korban. Hampir mirip jenis pertama, tapi secara substansi beda. Pelaku menganggap, bahwa kasihan anaknya bakal masuk neraka seandainya mati setelah dewasa. Maka, ketika masih kecil anak dibunuh biar masuk surga.
3) Filicide psikotik akut. Ini berlaku untuk orang tua psikotik yang membunuh dengan motif yang tidak bisa dipahami. Akibat pengaruh perintah halusinasi, epilepsi, atau delirium.
4) Filicide, anak yang tidak diinginkan. Biasanya dilakukan saat bayi baru lahir. Atau beberapa bulan setelah lahir.
5) Filicide penganiayaan anak. Ledakan tindak kekerasan ortu ke anak, sering terjadi dalam penerapan disiplin terhadap anak. Tapi kelewatan. Anak menangis terus-menerus adalah pemicu umum. Membuat ortu membunuh anak.
6) Filicide balas dendam pasangan. Ortu membunuh anaknya dengan sengaja, untuk membuat pasangannya menderita. Pemicu paling umum untuk jenis ini adalah perselingkuhan pasangan, dan perselisihan hak asuh anak setelah ortu cerai.
Kasus Afan masuk kategori nomor dua (berdasarkan pengakuan Afan kepada polisi). Tapi bisa juga kombinasi. Bisa masuk jenis nomor satu, karena penghasilan Afan segitu. Bisa masuk nomor tiga, karena Afan bekas pengguna narkoba. Bisa juga nomor empat, karena pekerjaan si ibu.
Kecuali jenis nomor lima. Afan membunuh anak bukan karena marah pada anak. Bukti, polisi menyatakan, tersangka tidak menyesali perbuatannya. Sedangkan, teori nomor enam juga bisa terjadi, karena Afan membenci isterinya.
Mana yang benar? Adalah tugas penyidik mengungkap hal ini sebagai ilmu pengetahuan. Berguna buat masyarakat agar waspada jika menghadapi kondisi yang mirip itu. (*)