Ia memilih bisnis sendiri. Juga di bidang sarang burung. Tapi hanya di perdagangannya. "Sama sekali tidak bersinggungan dengan perusahaan keluarga," ujar Jimmy.
Kini Jimmy sedih sekali. Ia diberitakan negatif sekali di berbagai media: sebagai anak yang ingin memenjarakan ibunya. Kesannya, Jimmy adalah anak durhaka: mengadukan ibunya ke polisi di Semarang. Meliana, sang ibu, tampak menangis di kantor polisi. Bulan lalu.
"Saya sama sekali tidak mengadukan mama," ujar Jimmy. Lho?
Awalnya, kapan itu, Jimmy menerima surat dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Semarang. Isinya: menanyakan kebenaran telah terjadi pemindahan hak atas tanah keluarga.
Rupanya ada permohonan dari seseorang masuk ke BPN: minta balik nama sebidang tanah di Semarang. Dari nama Sardjono ke nama Tommy Wijaya, kakak sulung Jimmy. Sebagai ahli waris, Jimmy diminta oleh BPN untuk tanda tangan.
Sebenarnya Jimmy sudah mau tanda tangan. Tapi ia kaget. Surat permohonan ke BPN itu dilampiri copy surat wasiat. Dalam surat wasiat itu tertulis Sardjono memiliki anak tunggal: Tommy Wijaya.
Jimmy mengatakan ia tidak bisa menerima itu: kok bapaknya hanya punya satu anak. Berarti ia tidak diakui sebagai anak lagi. Demikian juga dua saudara lainnya.
Jimmy yakin surat wasiat itu palsu. Jimmy pernah punya surat wasiat lama yang memuat keterangan bahwa Sardjono punya anak 4 orang.
Jimmy pun berusaha menemui sang mama. Gagal. Demikian juga usaha menemui kakak sulungnya: idem.
Jimmy pun ke polisi: membuat pengaduan soal surat wasiat itu. "Saya yakin mama tidak terlibat dengan surat palsu itu," ujar Jimmy.
Rupanya polisi memanggil semua pihak yang terkait. Termasuk Meliana.
Ramailah.
Apalagi ada adegan menangis di kantor polisi.
Itu sudah lebih sebulan lalu. Sampai hari ini belum juga ada pertemuan keluarga. Jalan damai masih terasa begitu sulit. (*)