Revolusi Energi untuk Negeri (1)

Rabu 12-05-2021,05:02 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

Banyak orang berteori pakai tenaga surya, angin, arus laut, air, nuklir, geotermal. Semua itu memang masuk akal, tapi masih omong kosong untuk Indonesia saat ini. Saat ini. Sampai lima tahun ke depan.

Bahkan, ada yang berteori lebih parah lagi: hidrogen, daya gravitasi, magnet, dan seterusnya. Itu hebat. Tapi, bukan untuk hari ini.

Tenaga surya memang akan menjadi masa depan kita. Mungkin 10 tahun lagi. Tunggu datangnya era baterai hebat nan murah.

Air, sudah saya sebutkan kesulitannya: waduk, danau, dan sungai kita terancam pendangkalan terus-menerus. Kalau terlalu mengandalkan air, kita akan krisis listrik di musim kemarau.

Angin juga masih harus tunggu era baterai hebat nan murah. Angin kita –dan angin di mana pun– angin-anginan. Kadang ada –sampai menumbangkan pohon. Tapi, lebih sering tidak ada. Padahal, listrik harus ada terus-menerus –kecuali Anda tidak kaget listrik di rumah Anda mati saat Anda melihat memang lagi tidak ada angin.

Kelak, di saat angin datang besar-besaran, kelebihan listriknya bisa kita simpan di baterai. Untuk dipakai ketika tidak ada angin.

Itu akan paralel dengan tenaga surya. Siang hari, ketika ada matahari, kelebihan listriknya disimpan di baterai. Untuk dipakai malam hari. Sampai, kelaaaak, ketika bulan sudah bisa bersinar seperti matahari, baterai tidak relevan lagi. Tapi, itu hil yang mustahal –kata Asmuni-nya Srimulat.

Arus laut memang sumber listrik. Tapi, janganlah berharap itu dalam jangka pendek. Kita masih harus menunggu ITB, ITS, UI, UGM menjadi sekelas MIT atau Tsinghua.

Nuklir tentu juga sumber listrik yang hebat dan hemat. Namun, jangan harap bisa terwujud dalam waktu 15 tahun ke depan.

Saya sempat menyiapkan salah satu pulau untuk proyek nuklir. Ideal sekali. Tidak perlu saya sebutkan lokasinya. Yang jelas bukan di Bangka. Tapi, makin mendalami masalah nonteknisnya, makin jauh harapan segera bisa mewujudkannya.

Listrik dari geotermal juga murah dan andal. Namun, investasinya mahal sekali. Nonteknisnya juga mengerikan.

Apalagi, itu hanya solusi di Jawa dan sebagian Sumatera. Potensi terbesar geotermal hanya ada di dua pulau itu. Di Bali nonteknisnya lebih berat: melubangi gunung dianggap melawan dewa.

Gunung di Bedugul sudah telanjur dilubangi. Di zaman Pak Harto. Mungkin sudah 30 tahun lalu. Sampai sekarang hanya ngowos begitu saja. Suaranya seperti pesawat Boeing. Tapi tidak menghasilkan listrik.

Geotermal itu bagus sekali. Tapi, itu bukan solusi Indonesia secara keseluruhan.

Saya menulis ini berangkat dari dunia nyata. Bukan dunia ”sebaiknya”. Bukan pula dunia teori. Apalagi dunia mimpi.

Jadi, kalau dalam tulisan besok saya mengemukakan bagaimana membuat energi murah dan melimpah, itu modalnya hanya keberanian.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler