Lebaran Lutut

Lebaran Lutut

Tapi setiap salah orang harus minta maaf. Saya pun minta maaf kepada para pembaca Disway. Termasuk sudah minta maaf pada Encik Syafiq Hakim, pembaca Disway di Malaysia. Lewat email ke redaksi Disway, Encik Syafiq mengoreksi beberapa data di tulisan saya. Misalnya soal nama Azmi itu mestinya Nazmi.

Mungkin banyak juga pembaca Disway yang merasa bersalah kepada istri. Maka saya setuju dengan ide anak-anak dan menantu saya ini: di saat Lebaran tidak hanya istri yang cium lutut suami. Ganti, suami juga harus cium lutut istri.

Dan saya, dulu, pilih cium lutut istri saya yang kanan. Lebaran ini saya cium lutut istri yang kiri. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 25 April 2023: Lebaran Mik

Yusuf Ridho

dipungkiri -> dimungkiri Kata dasarnya mungkir, bukan pungkir

rid kc

Inilah yang aku suka dari tulisan pak DI, informatif, edukatif dan optimis. Baru tahu ada dokter yang tidak berpikir untung rugi walaupun mungkin ada dokter seperti dr. Mik yang belum tercover oleh media dan saya yakin itu banyak sekali. Baik dan buruk harusnya menjadi nilai dasar yang harus dimiliki oleh para dokter bukan untung dan rugi. Sayangnya mayoritas dokter kita masih berpikir untung dan rugi karena mungkin biaya menjadi dokter sangat mahal dan harus mengembalikan biaya itu. Saya yakin kalau para dokter punya pikiran baik dan buruk layanan kesehatan akan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Kalender Lengkap

Menarik, dokter hebat aja ga mau anaknya jadi dokter, bisa jadi alasan personal. Tapi kalau ini terjadi di banyak orang tua, bisa jadi akan ada krisis dokter di masa akan datang. Memang, sekarang BPJS begitu kuatnya dan dokter baru seperti tak punya harapan dari segi finansial. Kecuali punya niat sekolah spesialis yang makan waktu dan biaya sangat besar.

Peter Ang

Selamat Lebaran dan ikut berduka cita Dr MIK, Sebenarnya baik dan buruk ini sesuatu yang agak susah untuk diperdebatkan, tergantung dari sisi mana memandang apalagi kalau dikaitkan dengan biaya dan beban misal biaya harusnya x Rupiah, kalau opname biaya menjadi xxx rupiah, jadi diambil jalan tengah yaitu pasien di charge xx Rupiah yang cukup mahal krn itu terbaik bagi pasien, RS dan Dokter krn pasien mendapatkan penanganan terbaik, kalau misal opname resiko infeksi lbh besar, RS juga mendapat Margin lumayan karena harga ditinggikan, Dokter pun juga Happy selain dpt pemasukan lumayan juga kerja sesuai Hati krn melakukan tindakan penanganan yang tepat. Tetapi bagaimana hal ini kalau dibenturkan ke masyarakat yg kurang mampu terutama di negeri +62 ini? Seperti yang baru obat saja 8M dan itupun tidak menjamin sembuh? Mohon pencerahan dan Solusi nya Abah ???? dan mumpung suasana lebaran mohon maaf jadi tulisan yang membuat Abah jadi berpikir

Liam Then

Saya ingat waktu SD dulu kena infeksi ginjal, jalan sampai seperti orang kena polio, sakit sebelah kaki, lama-lama tak mampu berdiri. Di panggil kan Sinshe semprul. Selangkangan saya di rojok dengan telapak kakinya ,dua kaki saya di tarik , saya pun menjerit sejadi-jadinya. Ah…Sinshe kupret…ternyata setelah dibawa ke dokterz cuma infeksi ginjal, dikasih obat antibiotik, selesai. Sebulan saya tak sekolah karenanya. Tapi enak juga merasakan jengukan teman-teman, tiba-tiba panganan jadi banyak. Ini heran , orang sakit dibawakan macam-macam makanan, bagaimana mau makannya, wong kondisi tidak fit. Kenapa dulu waktu sehat tidak dibawakan? Biar bisa dihabiskan. Aneh kan..? Jadi sebenarnya perlu ada kebiasaan baru, orang sakit itu diberi amplop saja, untuk bantu ringankan biaya pengobatan. Cuma usul kwkwkwkwk…

Budijani Sudartha

Sumber: