Forkaji Saksikan Runtuhnya Lokalisasi
Front Pekerja Lokalisasi (FPL) Jarak-Dolly sudah menjelma jadi kekuatan besar. Preman, tukang parkir, PSK, germo, hingga pengurus RT/RW dirangkul untuk mempersiapkan pemberontakan. Di kubu seberang, warga yang ingin hidup normal menghimpun kekuatan tandingan. ***
“UMPAMA perang. Kami sudah punya pasukan besar,” ujar salah satu pendiri Pesantren Jauharotul Hikmah, Mohammad Rofi’uddin saat ditemui di Masjid JeHa Putat Jaya Gang IV B, Jumat (30/5/2021).
Tujuh tahun lalu, Rofik, tiga pendiri JeHa lainnya berkumpul dengan masyarakat yang pro penutupan. Kekuatan tandingan harus dibentuk.
Di kubu sebelah, kekuatan FPL semakin besar. Mereka mendapat dukungan dari ormas Gerakan Rakyat Bersatu (GRB) dan Paguyuban Arek Jatim (Pagarjati).
Warga yang pro penutupan tak bisa selamanya diam. Jika tidak ada suara yang mendukung penutupan, citra masyarakat Jarak-Dolly akan selamanya buruk.
Pendiri JeHa turut mengumpulkan orang-orang yang sudah tak tahan hidup berdampingan dengan bisnis prostitusi. Tokoh-tokoh masyarakat dikumpulkan, termasuk Kiai Petruk atau Ustaz Ngadimin Wahab yang menjadi Takmir Masjid At-Taubah di kompleks Dolly. “Gimana Yai? Ayo kita mengumpulkan orang-orang,” ujar Rofik mengulangi ucapannya ke Kiai Petruk kala itu.
Kiai Petruk punya nasib serupa dengan para pendiri JeHa. Masa kecilnya dihabiskan di tengah lokalisasi. Namun jalan hidup menuntunnya pada perjuangan dakwah di pusat kemaksiatan itu.
Maka, lahirlah Forum Komunitas Jarak Dolly (Forkaji). Lambat laun kekuatan mereka semakin besar. “Kami lakukan perekrutan supaya jadi besar,” sahut pendiri JeHa Kiai Mohammad Nu’man.
Dukungan tak hanya muncul dari masyarakat Jarak-Dolly. MUI Jatim beserta Ikatan Dai Area Lokalisasi (Idial) menyokong kekuatan Forkaji. Dua kekuatan Islam terbesar di Surabaya: PC Nahdlatul Ulama Surabaya dan PD Muhammadiyah Surabaya juga merapatkan barisan.
Organisasi sayap mereka seperti Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) juga siap terjun. Pasukan siap memakai baju lorengnya jika sewaktu-waktu ada yang mengintimidasi Forkaji. Berbagai ormas Islam lainnya juga menyatakan sikap yang sama.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tak tinggal diam. Mereka juga mendukung semua upaya penutupan prostitusi. Cuma, FKUB mengharapkan tidak ada konflik horizontal antara pendukung dan penentang lokalisasi. Cukup aparat pemerintah saja yang turun.
Dalam sekejap Forkaji menjadi kekuatan tandingan yang punya power besar. Backing mereka berlapis. “Kami juga sering diskusi dengan di koramil dan polsek,” lanjut Rofik.
Tak ada yang bisa mengalahkan kehendak masyarakat dan pemerintah yang sudah bersatu itu. Meski begitu, kelompok yang pro lokalisasi tak gentar. Mereka tetap buka, sehari setelah acara deklarasi penutupan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Gubernur Jatim Soekarwo, dan Mensos Salim Segaf Al-Jufri, 18 Juni 2014 malam.
Paginya, semua wisma diminta tetap buka. Sepekan pertama tak ada tindakan represif dari petugas. Terkesan ada pembiaran.
Pemkot memang tidak langsung mengeksekusi penutupan lokalisasi. Ada seribu lebih PSK yang belum pulang kampung. Mereka diberi waktu untuk mengambil pesangon untuk membuka usaha di kampung halaman. Setelah Lebaran mereka diminta tidak kembali ke Surabaya.
Sumber: